Nahyang ingin kita angkat kali ini, dari semua seruan-seruan yang begitu banyak dalam Al-Qur’an ada seruan Allah yang di akhiri dengan peringatan akan datangnya hari yang sangat berbahaya. Hari yang sangat menentukan dimana kebanyakan manusia akan menyesali perbuatannya di masa lalu ketika telah sampai pada hari itu.
Ilustrasi Jelaskan makna Al Muqaddim sebagai riuk satu asmaul husna. Foto Jelaskan makna Al Muqaddim sebagai keseleo suatu asmaul husna ! Tanya tersebut acap kali diberikan murid di indra penglihatan pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Kepribadian Pekerti kelas 6. Seperti mana yang diketahui, Allah SWT yakni Dzat yang menciptakan segala alam segenap dengan contoh. Allah sekali lagi n kepunyaan jenama yang terdiri bermula 99 yang disebut bagaikan asmaul husna. Lantas, apa makna berasal tera asmaul husna Al Muqaddim? Konotasi Asmaul Husna Secara bahasa, kata asmaul husna pecah berbunga kata al-asma artinya nama yang merupakan rancangan lumrah, sementara al-isma merupakan bentuk tunggalnya. Padahal al-husna artinya yang paling kecil baik. Sehingga, signifikasi dari asmaul husna adalah nama-nama Allah SWT yang terindah atau terbaik. وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ Artinya, “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran n domestik menyebut nama-nama-Nya. Kemudian hari mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Makna Al Muqaddim Muhammad Syafi’i al-Bantani internal bukunya Rahasia Keluarbiasaan Asmaul Husna 2009142 , secara bahasa, Al Muqaddim artinya mendahulukan ataupun keberadaan di depan. Makara, Allah Al Muqaddim artinya Halikuljabbar mendahulukan sebelum peringatan-Nya dan siapapun nan dikehendaki-Nya. Ilustrasi asmaul husna. Foto Hipotetis Asmaul Husna Al Muqaddim Contoh berasal asmaul husna Al Muqqadim adalah Allah mendahulukan peringatan tentang kematian sebelum datanganya kematian itu n domestik Surat Al-Anbiya ayat 35. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ Artinya, “Per yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji engkau dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan nan sebenar-benarnya. Dan doang kepada Kamilah ia dikembalikan.” Selain itu, sebelum Tuhan SWT menciptakan manusia, Halikuljabbar SWT terlebih dulu menciptakan majemuk media kehidupan di manjapada dan alam semesta ini. Tuhan SWT sekali lagi burung laut memberikan tajali kepada umat-umat pilihannya sebelum memberikan tugas kepada makhluk untuk menjadi khalifah di bumi. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ Artinya, “Hai manusia-makhluk nan beriman, bertakwalah kepada Tuhan dan hendaklah setiap diri kecam apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok alam baka; dan bertakwalah kepada Yang mahakuasa, sepatutnya ada Yang mahakuasa Maha Memafhumi apa nan kamu bagi.” QS. Al-Hasyr ayat 18-19 Dari penjelasan pendek adapun makna asmaul husna Al-Muqaddim dalam pelajaran Agama, dapat kita ketahui bahwa Allah SWT menyerahkan nubuat terlebih dahulu kepada umat-Nya sebelum memberikan tugas, terutama kepada manusia seumpama khalifah manjapada.MZM Source
Pelajaran2 ~ Bertumbuh dalam Kristus. Pertanyaan: Bertumbuh dalam Kristus. Pelajaran 3 ~ Mentaati Kristus. Pertanyaan: Mentaati Kristus. Pelajaran 4 ~ Menyaksikan Kristus. Empat Langkah: dan Ilustrasi "Jembatan Menuju Hidup". Langkah 1: Rencana Allah ~ Damai dan Hidup. Langkah 2: Masalah Manusia ~ Keterpisahan.
Allah subhanahu wa ta'ala selalu memberikan Cobaan sebelum memberi peringatan dan mendahulukan peringatan sebelum mmemberikan Solusi
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali Imran: 18)
33 Ayat Al-Quran Tentang Peringatan – Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah banyak memberikan umat manusia peringatan. Adapun peringatan Allah adalah berupa ancaman azab-Nya, neraka-Nya, dan siksaan-Nya, baik itu di dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala telah mengutus para rasul-Nya juga salah satu tujuannya adalah sebagai pemberi peringatan. Allah juga telah menurunkan kitab-kitab-Nya di antara fungsinya adalah untuk memberi peringatan. Bahkan, memberi peringatan adalah perintah langsung dari Allah kepada kita karena sesungguhnya peringatan itu sangat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Baca Juga 23 Ayat Al-Quran Tentang Orang Bertaqwa Pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia akan membahas mengenai ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang peringatan. Simak selengkapnya di bawah ini. 1 Sekali-kali jangan demikian! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, Abasa’ 11 2 Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Ad-Dukhaan 3 3 Maka segeralah kembali kepada mentaati Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Adz-Dzaariyaat 50-51 4 Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Adz-Dzaariyaat 55 5 Dan orang-orang kafir Mekah berkata "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah "Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata." Al-Ankabuut 50 6 oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, Al-A’laa 9 7 Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu kepada orang kafir, dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Al-A’raaf 2 8 Apakah mereka lalai dan tidak memikirkan bahwa teman mereka Muhammad tidak berpenyakit gila. Dia Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. Al-A’raaf 184 9 Katakanlah "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." Al-A’raaf 188 10 Katakanlah "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak pula terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan." Al-Ahqaaf 9 11 Dan sebelum Al-Quran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini Al-Quran adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. Al-Ahqaaf 12 12 Dan ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan nya lalu mereka berkata "Diamlah kamu untuk mendengarkannya." Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan. Al-Ahqaaf 29 13 Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, Al-Ahzaab 45 14 Katakanlah "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah "Allah." Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran kepadanya. Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah "Aku tidak mengakui." Katakanlah "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan Allah." Al-An’aam 19 15 Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Al-An’aam 48 16 Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan Al-Quran." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. Al-An’aam 90 17 Dan ini Al-Quran adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada penduduk Ummul Qura Mekah dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya Al-Quran dan mereka selalu memelihara sembahyangnya. Al-An’aam 92 18 Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah "Unjukkanlah hujjahmu! Al-Quran ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku." Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling. Al-Anbiyaa’ 24 19 Katakanlah hai Muhammad "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" Al-Anbiyaa’ 45 20 Sesungguhnya Kami telah mengutusmu Muhammad dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang penghuni-penghuni neraka. Al-Baqarah 119 21 Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Al-Baqarah 6 22 Manusia itu adalah umat yang satu. setelah timbul perselisihan, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Al-Baqarah 213 23 Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, Al-Fath 8 24 Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan Al-Quran kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, Al-Furqaan 1 25 Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Al-Furqaan 56 26 Dan Kami turunkan Al-Quran itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Quran itu telah turun dengan membawa kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Al-Israa’ 105 27 Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan. Al-Kahf 56 28 Katakanlah "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang nyata kepada kamu." Al-Hajj 49 29 Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat hari kiamat yaitu ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya. Al-Mu’min 18 30 Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir mengatakan "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. Al-Muddatstsir 31 31 Katakanlah "Sesungguhnya ilmu tentang hari kiamat itu hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan." Al-Mulk 26 32 Dan Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat. Al-Qalam 52 33 Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. Faathir 24 Itulah berbagai ayat Al-Quran yang menyebutkan dan membicarakan tentang peringatan. Semoga tulisan ini menambah wawasan dan pengetahuan kita semua. Baca Juga 15 Ayat Al-Quran Tentang Al-Quran Semoga bermanfaat. Diselesaikan pada 6 Shafar 1440 Hijriyah/16 Oktober 2018 Masehi.
Parasahabat saat itu terkejut. Riwayat menyebutkan, Rasulullah saw meninggal tapi ekspedisi belum juga dikirim. Kemudian Sayidina Abu Bakar memutuskan untuk melanjutkan ekspedisi. Namun Sayidina Umar datang berkata, “Kalaupun engkau hendak mengirim, gantilah panglimanya. Usamah terlalu muda untuk memimpin ekspedisi yang besar.”.
Jakarta – Al Muqaddim artinya Yang Maha Mendahulukan, keseleo satu jenama Allah SWT dalam Asmaul Husna. Umat mukminat sudah semestinya mengerti maknanya agar gemuk menerapkan intern perilaku sehari-perian. Tulisan Al Muqaddim dalam Arab, latin, dan artinya الْمُقَدِّمُ Referensi latin Al-Muqaddim Artinya Yang Maha Mendahulukan, Yang Memerosokkan, Yang Menempatkan Segala Sesuatu di Tempat nan Benar Menurut Syafi’ie el-Bantanie internal bukunya yang bertajuk Rahasia Kehebatan Asmaul Husna, secara linguistik akar perkenalan awal dari taqdim mengandung makna menganjurkan, mengangkat, atau mendahulukan. Sebab itu, menurut segi bahasa, Al Muqaddim artinya mempercepat alias berada di depan. Maksud berpokok Asmaul Husna ini adalah Yang mahakuasa SWT sebagai Almalik mempersiapkan sarana nyawa penting sebelum menciptakan anak adam. Engkau mempercepat tanzil dan pedoman jiwa melalui Rasul utusannya, sebelum memberi tugas kepada individu bikin menjadi khalifah di manjapada. Dikutip dari ki akal Cerita & Makna Asmaul Husna Untuk Anak asuh yang ditulis oleh Siti Wahyuni dan Arini Nurpadilah, Al Muqaddim dapat diartikan pula sebagai resan Yang mahakuasa SWT yang mendahulukan segala urusan hambaNya. Urusan-urusan ini didahulukan untuk menjaga hamba dan mengemudiankan para hambaNya ketika mereka menemui ajalnya kelak. Selain itu, jenama dan sifat Allah Al Muqaddim juga mengandung makna Allah mendahulukan orang-anak adam nan dikehendakiNya di manjapada dan di akhirat. Dia mendahulukannya dengan memberikan mereka derajat yang pangkat. Bukti Almalik SWT memiliki kebiasaan Al Muaqaddim tercatat dalam QS Fussilat ayat 17 yang menjelaskan Sang pencipta menyeringkan peringatan sebelum siksaNya, وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَىٰ عَلَى الْهُدَىٰ فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ Arab-Latin Wa ammā ṡamụdu fa hadaināhum fastaḥabbul-amā alal-hudā fa akhażat-hum ṣā’iqatul-ażābil-hụni bimā kānụ yaksibụn Artinya “Dan adapun kaum Samud, mereka sudah lalu Kami beri wangsit tetapi mereka lebih menyukai kebutaan kesesatan daripada wangsit itu, maka mereka disambar petir perumpamaan azab nan merendahkan disebabkan apa yang sudah lalu mereka kerjakan.” Resan Al Muqaddim artinya Nan Maha Mendahulukan juga tertuang intern QS Al Anbiya ayat 35. Ayat ini sebagai bukti Almalik telah memburu-buru peringatan mengenai kematian sebelum datangnya kematian tersebut. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ Arab latin Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, wa nablụkum bisy-syarri wal-khairi caci, wa ilainā turja’ụn Artinya “Setiap yang bernyawa akan merasakan senyap. Kami akan menguji anda dengan keburukan dan keefektifan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan doang kepada Kami.” Meneladani nama dan sifat Yang mahakuasa Al Muqaddim artinya kita sebagai umat mukmin harus mendahulukan perintahNya daripada yang lain. Kita kembali dituntut untuk memacu cucu adam tak yang membutuhkan sebelum urusan diri kita sendiri. Dikutip dari trik Pendidikan Agama Islam maka dari itu Dewita Pertiwi, berikut sejumlah acuan perilaku keteladanan yang mencerminkan Asmaul Husna Al Muqaddim dan bisa diterapkan kerumahtanggaan hayat sehari-perian 1. Berlomba-tanding untuk lebih silam dalam berbuat kebaikan 2. Mengerjakan sesuatu yang bermanfaat dan menjauhi perbuatan yang sia-sia 3. Tak menolak-nunda pekerjaan 4. Mendahulukan kepentingan masyarakat dibandingkan maslahat pribadi 5. Melaksanakan kewajiban terlebih habis sebelum menuntut hoki 6. Mengerjakan sesuatu nan berjasa bagi periode depan 7. Tidak berbuat perbuatan sia-sia dan mudarat orang lain. Itu beliau penjelasan mengenai Asmaul Husna Al Muqaddim artinya Maha Mendahulukan beserta pola perilaku keteladannya. Semoga bisa diterapkan ya, Sahabat Hikmah! Simak Video “Diduga Nistakan Agama, Pendeta Saifuddin Ibrahim Dilaporkan ke Bareskrim!“ rah/row Al Muqaddim artinya Yang Maha Menyeringkan, ialah pelecok satu Asmaul Husna yang bisa kita teladani n domestik perilaku sehari-hari. Seperti ini penerapannya. Al Muqaddim artinya Yang Maha Mengulangulang, ialah salah satu Asmaul Husna yang bisa kita teladani dalam perilaku sehari-hari. Bagaimana penerapannya? artinya mendahulukan atau produktif di bersumber Asmaul Husna ini adalah Tuhan SWT bak Sang Penyelenggara mempersiapkan sarana semangat terdahulu sebelum menciptakan manusia. Dia mendahulukan petunjuk dan pedoman atma melangkaui Rasul utusannya, sebelum memberi tugas kepada manusia bagi menjadi khalifah di manjapada. Dikutip berusul buku Kisah & Makna Asmaul Husna Cak bagi Anak asuh yang ditulis oleh Siti Wahyuni dan Arini Nurpadilah, Al Muqaddim bisa diartikan pula bagaikan aturan Almalik SWT nan mendahulukan segala urusan hambaNya. Urusan-urusan ini didahulukan untuk menjaga hamba dan mengakhirkan para hambaNya detik mereka pergok ajalnya kelak. Selain itu, nama dan sifat Tuhan Al Muqaddim juga mengandung makna Allah mendahulukan basyar-orang yang dikehendakiNya di marcapada dan di akhirat. Dia mendahulukannya dengan memberikan mereka derajat yang Allah SWT n kepunyaan resan Al Muaqaddim termaktub dalam QS Fussilat ayat 17 nan menjelaskan Tuhan memperkerap peringatan sebelum siksaNya, Al-Qaeda, Taliban, dan janji kesetiaan nan menambat mereka – BBC News Indonesia وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَىٰ عَلَى الْهُدَىٰ فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَArab-Latin Wa ammā ṡamụdu fa hadaināhum fastaḥabbul-amā alal-hudā fa akhażat-hum ṣā’iqatul-ażābil-hụni bimā kānụ yaksibụn Artinya”Dan adapun kabilah Samud, mereka telah Kami beri wahi sekadar mereka lebih menyukai kebutaan kesesatan daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai siksa yang menghinakan disebabkan segala apa yang sudah mereka kerjakan.”Resan artinya Yang Maha Memburu-buru juga tertuang dalam QS Al Anbiya ayat 35. Ayat ini sebagai bukti Yang mahakuasa telah mendahulukan peringatan tentang kematian sebelum datangnya kematian نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ Vaksinasi Covid-19 Songsong Pises TNI AL di Serbu Republika Online Arab latin Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, wa nablụkum bisy-syarri wal-khairi fitnah, wa ilainā turja’ụnArtinya”Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji ia dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” Baca kembaliGuna Al Basir, Satu dari 99 Asmaul Husna Peruntungan Yang mahakuasa SWTMeneladani nama dan sifat Allah Al Muqaddim artinya kita sebagai umat muslim harus mendahulukan perintahNya daripada yang lain. Kita juga dituntut untuk mendahulukan orang lain yang membutuhkan sebelum urusan diri kita sendiri. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam oleh Dewita Pertiwi, berikut beberapa model perilaku keteladanan nan mencerminkan Asmaul Husna Al Muqaddim dan bisa diterapkan dalam usia sehari-periode1. Berlomba-lomba bikin lebih adv amat n domestik berbuat arti 3 Keutamaan Membaca 2 Ayat Terakhir Surat Al Baqarah Republika Online 2. Mengerjakan sesuatu nan bermanfaat dan menyingkir ragam nan sia-sia3. Tidak menjorokkan-nunda pekerjaan4. Menyeringkan kepentingan masyarakat dibandingkan khasiat pribadi5. Melaksanakan bahara apalagi lalu sebelum menuntut hak6. Mengerjakan sesuatu yang berharga bakal tahun depan 7. Tidak mengerjakan kelakuan tawar dan merugikan orang dia penjelasan tentang Asmaul Husnaartinya Maha Mempercepat beserta contoh perilaku keteladannya. Seharusnya bisa diterapkan ya, Sahabat Hikmah!Simak Video”Kebesaran AL-Qur’an Dalam Ukuran Besar di Palembang Baca kian lajut detikcom » Warga Rangkasbitung, Lebak, Banten mengangkut botol air menenggak, jeriken, dan ember saat antre minyak goreng curah bersumber pukul pagi sebatas malam waktu. Baca makin lajut >> Al-Qaeda, Taliban, dan ikrar kesetiaan nan menambat mereka – BBC News IndonesiaAl-Qaeda terikat dengan Taliban maka itu taki kesetiaan — atau bai’at — yang pertama kali diucapkan Osama kacang Laden kepada pemimpin Taliban, Mullah Omar. Lantas, sekarang bagaimana hubungan Taliban dengan al-Qaeda? Vaksinasi Covid-19 Sambut HUT TNI AL di Serang Republika OnlineTNI AL bersama Dinkes Provinsi Banten menggelar vaksinasi COVID-19 bagi penghuni. 3 Keutamaan Membaca 2 Ayat Terakhir Manuskrip Al Baqarah Republika OnlineDua ayat ragil surat Al Baqarah mempunyai banyak keutamaan Hafal 30 Juz 8 Wulan, Brigade Martir Al-Aqsa sebatas Pak NainggolanBerita-berita nan menuai pembaca VIVA, Selasa, 7 September 2022. Termasuk lolosnya brigade martir Al-Aqsa berpangkal bui. Round Up. Nhà em có bán rượu không mà nói chuyện với em anh say quá. TNI AL Vaksinasi Cak bimbingan SMA di Kabupaten Dorong Republika OnlineSebanyak 300 siswa dan basyar tuanya divaksin per tahun. HUT ke-76 TNI AL, Korps Marinir Berikan Bantuan buat Inisiator dan Pelaku Ki kenanganKorps Marinir TNI AL berpangkal jajaran Pangkalan Korps Marinir Lanmar Surabaya, memberikan lawe asih kepada saksi sejarah dan bilang tokoh nan dinilai berjasa terhadap…
AllahTa’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar.
Ilustrasi Asmaul Husna. Foto FreepikAsmaul Husna adalah nama-nama baik yang dimiliki Allah SWT. Asmaul Husna berjumlah 99 nama yang menggambarkan sifat-sifat Allah SWT, salah satunya yaitu Al bahasa, Al Muqaddim artinya mendahulukan atau keberadaan di depan. Jadi, Allah Al Muqaddim artinya Allah mendahulukan apa dan siapapun yang dikehendaki-Nya. Allah mendahulukan petunjuk sebelum satu contoh asma Allah yang berada pada urutan ke-71 Asmaul Husna ini yaitu peringatan kematian yang telah diserukan oleh Allah SWT sebelum itu terjadi. Alhasil, umat Muslim bisa mempersiapkan amal ibadahnya sebelum kembali ke sisi Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman Allah yang berbunyiكُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَIlusArtinya “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” QS. Al Anbiya ayat 35.Selain itu, sebelum menciptakan manusia, Allah terlebih dulu menciptakan sarana kehidupan yakni bumi dan alam semesta. Allah juga selalu memberi petunjuk sebelum memberikan tugas kepada manusia untuk menjadi khalifah di Quran menerangkan, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Hasyr Ayat 18Cara Mengamalkan Al MuqaddimIlustrasi Cara Mengamalkan Al Muqaddim. Foto Shutter StockBerikut cara-cara mengamalkan sifat Allah Al Berlomba-lomba dalam Berbuat KebaikanDalam berbuat kebaikan, jangan menunggu orang lain berbuat baik terlebih dahulu, tetapi jadilah orang pertama yang memberikan Mengerjakan Sesuatu yang Bermanfaat untuk Masa DepanCara lain untuk mengamalkan Al Muqaddim dapat dilakukan dengan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan. Contohnya, tukang kayu membuat meja, kursi, dan lemari yang bisa digunakan banyak Jangan Menunda-nunda Pekerjaan Hal ini sebagaimana difirmankan Allah, yakni “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” QS. Al Anbiya ayat 904. Mendahulukan Kepentingan Umum Daripada Kepentingan Diri SendiriManusia sebagai makhluk sosial harus mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri, karena memiliki dampak yang lebih luas.
JAKARTA- Isra Miraj adalah peristiwa dahsyat di mana Nabi Muhammad SAW menerima perintah sholat 5 waktu pertama kalinya. Pada malam 27 Rajab Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa di luar nalar manusia yakni melakukan perjalaan ke Sidratul Muntaha. Awalnya, Allah 'Azza wa Jalla memberikan pesan untuk sholat sebanyak 50 waktu dalam satu
Oleh Ustaz Rokhmat S. Labib, TAFSIR AL-QUR’AN – Allah Swt. berfirman, * كِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى * سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى * وَيَتَجَنَّبُهَا الأشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى * ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا * “Oleh sebab itu, sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran. Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya. Itulah orang yang akan memasuki api yang besar neraka, kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak pula hidup.” QS al-A’la [87] 9-11 Ayat ini memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Respons mereka pun terbagi menjadi dua yang menerima dan yang menolak. Respons itu pun menentukan nasib mereka. Tafsir Ayat Allah Swt. berfirman, “Fadzakkir in nafa’ati adz-dzikrâ Oleh sebab itu sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” Khithâb ayat ini juga ditujukan kepada Rasulullah saw. Menurut az-Zuhaili, kata at-tadzkîr bermakna mengingatkan manusia pada sesuatu yang sebelumnya telah diketahui, lalu dilupakan.[1] Kata ini bisa juga tidak mengingatkan dari perkara yang terlupakan, namun berguna untuk melanggengkan ingatan.[2] Masih menurut az-Zuhaili, yang dimaksud ayat ini adalah menyampaikan peringatan dan nasihat dengan Al-Qur’an.[3] Penjelasan yang sama juga dikemukakan al-Baghawi dan al-Khazin, yang memaknai frasa tersebut, “Nasihatilah dengan Al-Qur’ân.”[4] Imam al-Qurthubi juga berkata, “Nasihatilah kaummu dengan Al-Qur’an, wahai Muhammad.”[5] Asy-Syaukani menafsirkan ayat ini juga dengan pernyataan, “Sampaikanlah nasihat dengan apa yang Kami wahyukan kepada engkau, wahai Muhammad. Bimbinglah mereka kepada kebaikan dan tunjukilah mereka pada syariat-syariat agama.”[6] Perintah tersebut diiringi dengan firman-Nya, “In nafa’ati adz-dzikrâ jika peringatan itu bermanfaat.” Secara lahiriah, ayat ini memberikan pemahaman bahwa seolah-olah peringatan itu hanya diperintahkan apabila dapat memberikan manfaat. Jika tidak, maka peringatan itu tidak perlu diberikan. Pemahaman tersebut tentu tidak benar. Dikatakan al-Jurjani, memberikan peringatan itu wajib sekalipun tidak memberikan manfaat.[7] Kesimpulan tersebut amat tepat mengingat Rasulullah saw. adalah rasul untuk manusia lihat QS Saba’ [34] 28, al-A’raf [7] 158. Objek yang harus diberikan peringatan oleh beliau adalah seluruh manusia. Selain itu, sebelum peringatan diberikan kepada seseorang, tentu belum diketahui apakah peringatan tersebut akan bermanfaat atau tidak. Orang yang diduga menerima justru menolak. Sebaliknya, dikira menolak justru menerima. Oleh karena itu, sebelum peringatan disampaikan, tidak bisa dipastikan respons seseorang. Jika demikian, bagaimana memahami frasa, “in nafa’ati adz-dzikrâ itu? Menurut al-Wahidi ayat ini mengandung makna in naf’at aw lam tanfa’ jika bermanfaat atau tidak bermanfaat.” Hanya saja, frasa terakhir, yakni “aw lam tanfa’ atau tidak bermanfaat” tersebut tidak disebutkan. Penjelasan lainnya, huruf in jika tidak selalu memberikan makna syarat yang meniadakan perkara yang dipersyaratkan ketika syaratnya tidak ada. Ini terdapat dalam beberapa ayat, seperti firman Allah Swt., فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا “Tidaklah mengapa kalian men-qashar shalatmu jika kalian takut diserang orang-orang kafir.” QS al-Nisa’ [4] 101. Meskipun disebutkan “in khiftum jika kamu takut”, salat qashar bagi musafir boleh dilakukan, baik ketika dalam keadaan takut diserang orang-orang kafir maupun tidak. Demikian juga firman QS al-Baqarah [2] yang membolehkan suami merujuk istri yang telah ditalak tiga kali dan sudah dinikahi laki-laki lain. Meskipun disebutkan “in zhanna an yuqîmû hudûdul-Lâh jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah“, perbuatan tersebut boleh dilakukan meski tidak ada dugaan tersebut.[8] Ada pula yang memaknai huruf in tersebut sebagai sebab atas manfaat dari peringatan tersebut. Ini sebagaimana makna in dalam ungkapan “Qad awdhahtu laka in kunta ta’qilu Sungguh aku telah menjelaskan kepada kamu agar kamu paham.” Artinya, yang dimaksud adalah menjadi sebab atas manfaat yang diterima dari peringatan tersebut.[9] Dengan demikian frasa tersebut memberikan makna bahwa peringatan itu diperintahkan agar dapat memberikan manfaat, baik bagi orang yang diberi peringatan maupun yang menyampaikan peringatan itu. Ada pula aspek lain yang dipahami Ibnu Katsir dari ayat ini. Menurut Ibn Katsir, dari ayat ini dapat diambil adab dalam menyebarkan ilmu; bahwa ilmu tidak diberikan kepada orang yang tidak memiliki kelayakan. Ini sebagaimana dikatakan Amirul Mukminin Ali ra, “Tidaklah kamu berbicara dengan suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal mereka, kecuali menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” Beliau juga berkata “Berbicaralah dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kamu menyukai Allah dan Rasul-Nya didustakan?” [10] Ketika Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan peringatan kepada semua orang, kemudian diterangkan tentang orang-orang yang menerima dan menolaknya, serta orang-orang yang mendapatkan manfaat dan yang justru mendapatkan kecelakaan. Allah Swt. berfirman, “Sayadzdzakkaru man yakhsyâ Orang yang takut [kepada Allah] akan mendapat pelajaran.” Menurut al-Asfahani, kata “al-khasy-yâh” berarti khawf takut yang disertai dengan ta’zhîm sikap hormat dan memuliakan. Sikap tersebut kebanyakan didasarkan oleh pengetahuan tentang zat yang ditakuti tersebut. Oleh karena itu, sikap itu dikhususkan kepada ulama dalam firman-Nya إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” QS Fathir [35] 28.[11] Karena “khasy-yah” merupakan ketakutan yang disertai dengan sikap hormat, maka dalam Al-Qur’an sikap itu hanya ditujukan kepada Allah Swt. Lihat QS [51] 33; al-Kahfi [18] 80; al-Baqarah [2] 150; an-Nisa’ [4] 77; al-Ahzab [33] 39; an-Nisa’ [4] 9; dan lain-lain. Itu pula makna yang terkandung dalam ayat ini. Dijelaskan Ibnu Katsir, “man yakhsyâ” dalam ayat ini berarti orang-orang yang takut kepada Allah dan meyakini perjumpaan dengan-Nya.[12] Tak jauh berbeda, al-Qurthubi juga menafsirkan kalimat ini sebagai orang yang bertakwa dan takut kepada Allah.[13] Ibnu Jarir ath-Thabari juga berkata, “Orang yang takut kepada Allah SWT dan hukuman-Nya.”[14] Orang-orang yang takut kepada Allah Swt. itulah yang mengambil peringatan dan nasihat yang diberikan Rasulullah saw. Dalam ayat ini disebutkan, “Sayadzakkaru.” Artinya, “dia akan menerima nasihatmu.”[15] Dikatakan oleh az-Zamakhsyari, orang yang takut kepada Allah dan buruknya akibat itu lalu mempertimbangkan dan memikirkannya. Pertimbangannya itu kemudian membimbing dia untuk mengikuti kebenaran.[16] Atas pilihannya itu mereka mendapatkan as-sa’âdah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dikatakan oleh al-Biqa’i, “al-khasy-yah” rasa takut itu membawa pelakunya pada setiap kebaikan hingga hatinya merasa nikmat; dibalas dengan surga yang tinggi, dan hidup dengan kehidupan yang baik, tanpa ditimpa kesakitan dan kesusahan, kekal abadi tanpa akhir dan tanpa ujung.[17] Kemudian diberitakan tentang sikap orang yang sebaliknya, “Wa yatajannbuhâ al-asyqâ Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya.” Jika yang disebutkan sebelumnya mau menerima peringatan dan mengambil nasihat yang disampaikan Rasulullah saw., maka mereka justru menjauhinya. Jika yang sebelumnya takut kepada Allah, maka mereka ini berani kepada Allah. Mereka pun mendapatkan balasan atas tindakan mereka. Dalam ayat ini disebut sebagai “al-asyqâ orang yang paling celaka.” Dikatakan al-Alusi, mereka adalah orang kafir yang terus dan tetap dalam pengingkarannya terhadap Hari Kiamat dan semacamnya. [18] Kata “al-asyqâ” merupakan bentuk at-tafdhîl dari kata asy-syaqiyy orang yang celaka. Mereka dinyatakan sebagai al-asyqâ orang yang paling celaka lantaran menerima azab yang amat besar. Azab tersebut diberitakan dalam ayat selanjutnya, “al-ladzî yashlâ an-nâr al-kubrâ [yaitu] orang yang akan memasuki api yang besar [neraka].” Pengertian “al-kubrâ” di sini adalah al-azhîmah wa al-fazhî’ah yang besar dan mengerikan. Dikatakan demikian karena panasnya lebih besar dan dahsyat daripada api dunia.[19] Menurut al-Hasan, an-nâr al-kubrâ adalah neraka akhirat. Adapun yang sughrâ yang kecil adalah neraka dunia. Sebagian mufasir mengatakan, semua neraka adalah neraka akhirat meskipun bertingkat-tingkat kerasnya. Ada neraka yang lebih besar daripada neraka lainnya. Dikatakan al-Farra’, “al-kubrâ” adalah tingkatan neraka yang paling bawah.[20] Kemudian Allah Swt. berfirman, “Tsuma lâ yamûtu fîhâ wa lâ yahyâ kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak [pula] hidup.” Di dalam neraka itu mereka tidak mati dan tidak hidup. Mereka tidak mati sehingga dapat beristirahat dari azab; juga tidak hidup dengan kehidupan yang memberi dirinya manfaat.[21] Itulah siksa yang diterima oleh orang-orang yang menolak dan menyingkirkan peringatan Allah Swt. Mereka harus menghadapi siksaan yang besar atas tindakan lancang dan durhaka mereka terhadap Penciptanya, Allah Swt. Respons Manusia terhadap Peringatan Terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat ini. Pertama perintah untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Perintah ini ditujukan kepada Rasulullah saw. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam kalimat, “Fadzakkir berikanlah peringatan.” Menyampaikan peringatan dan nasehat merupakan tugas yang harus diemban Rasulullah saw. dan seluruh Rasul lainnya. Bahkan ini merupakan tugas utama seorang Nabi dan Rasul, termasuk beliau Lihat QS al-Ghasyiyah [88] 21. Patut dicatat, meskipun perintah dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw., perintah tersebut juga berlaku bagi umatnya. Sebab, selama tidak ada dalil yang mengkhususkan khithab itu hanya ditujukan untuk beliau, maka khithab itu berlaku umum. Demikian pula ayat ini. Apalagi sebagaimana dijelaskan para mufasir, pengertian ayat tersebut adalah memberikan peringatan dan nasihat dengan Al-Qur’an, apa yang diwahyukan kepada Rasulullah saw., dan syariat agamanya. Perbuatan tersebut jelas diperintahkan kendati dilakukan dalam beberapa ungkapan dalam Al-Qur’an, seperti berdakwah dan mengajak manusia pada Islam lihat QS an-Nahl [16] 125, Fushilat [41] 33, melakukan amar makruf nahi mungkar lihat QS Ali Imran [3] 110, 114; at-Taubah [9] 71, menyampaikan wasiat kebenaran dan kesabaran kepada manusia QS al-Ashr [103] 30, dan lain-lain. Tentu saja, dalam detail dan fokusnya terdapat perbedaan-perbedaan. Namun, sasaran yang dituju adalah menjadikan manusia terikat dan mengamalkan syariat. Kedua kemungkinan sikap manusia terhadap peringatan yang diberikan. Sikap manusia ada dua kemungkinan 1 menerima dan mengambil peringatan itu sebagai pelajaran; 2 menolak dan menjauhinya. Sikap tersebut bisa terjadi lantaran beliau hanya diberi kewenangan memberikan peringatan, tidak diberi kewenangan untuk memaksa mereka harus menerima peringatan itu Lihat QS Qaf [51] 45. Meskipun tidak dipaksa, seharusnya manusia memilih sikap pertama, yakni menerima peringatan dari Allah Swt. Peringatan itu jelas demi kebaikan manusia ketika di dunia, kehidupannya mendapat limpahan berkah; di akhirat dia dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, tidak ada satu pun alasan yang bisa digunakan untuk mendukung pilihan kedua, yakni menolak dan menjauhi peringatan dari Allah Swt. Sebab, siapa pun yang menolak perintah itu hidupnya akan sesat dan ditimpa dengan kesengsaraan. Di akhirat kelak lebih celaka lagi. Siksaan amat dahsyat di “an-nâr al-kubrâ” neraka yang besar akan ditimpakan kepada dirinya. Demikian dahsyatnya sehingga membuat penghuninya tidak bisa hidup dan tidak pula mati. Karena itu, orang yang berakal dan menggunakan akalnya dengan benar niscaya akan memilih sikap yang pertama, yakni menerima peringatan dan nasihat itu Lihat QS al-Baqarah [2] 269; Ali Imran [3] 7. Ayat ini juga mengajari kita bahwa sebaik dan sebenar apa pun sebuah peringatan, dua kemungkinan itu selalu terjadi. Dengan demikian, adanya penolakan dari sebagian manusia terhadap sebuah ide, tidak menandakan bahwa ide itu salah. Tidak pula menunjukkan orang menyampaikannya keliru. Ini juga yang terjadi pada Islam. Tidak ada satu pun agama, pemikiran, dan ideologi yang dapat menandingi Islam. Yang menyampaikan juga manusia pilihan, Rasulullah saw. Meskipun demikian, tetap saja ada manusia yang menolak dan mengingkari, bahkan memusuhi Islam. Realitas ini harus menyadarkan para pengemban dakwah bahwa dakwahnya tidak selalu disambut dengan senyum ramah dan tangan terbuka. Sebaliknya, kadang justru dakwahnya mengundang penolakan dari objek dakwah. Menghadapi realitas tersebut, pengemban dakwah tidak boleh kecil hati, apalagi surut langkah dan berputus asa. Dia harus tetap teguh dan bersabar dalam menyampaikan dakwah. Jangankan manusia biasa, Rasulullah saw. dan para nabi lainnya pun pernah mendapatkan perlakuan serupa. Allah Swt. berfirman, وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا “Sesungguhnya telah didustakan pula para rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka.” QS al-An’am [6] 34. Semoga kita selalu menerima peringatan dan mengambil nasihat dari Rasulullah saw. Semoga kita pun bisa meneladani beliau menyampaikan peringatan dan nasihat kepada seluruh manusia dengan risalah yang diturunkan kepada beliau, Islam. Sebaliknya, semoga kita tidak termasuk orang yang menolak peringatan dan mendapatkan ancaman siksa neraka. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.[MNews/Rgl] Referensi [1] Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30 Damaskus Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998, 194. [2] Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân Damaskus Dar al-Qalam, 1992, 328 [3] Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30, 194. [4] Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl fî Tafsîr al-Qurân, vol. 5 Beirut Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, 1420 H, 241; Al-Khazin, Lubâb at-Tawîl fî Ma’ânî at-Tanzîl, vol. 4 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 418. [5] Al -Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20 Kairo Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964, 20. [6] Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5 Damaskus Dar Ibn Katsir, 1994, 515. [7] Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 515. [8] Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31 Beirut Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1420 H, 132-133. [9] Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 133. [10] Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999, 372. [11] Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân, 282. [12] Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8, 372. [13] Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20. [14] Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Tawîl al-Qurân, vol. 24 tt Muassasah al-Risalah, 2000, 372. [15] Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 516. [16] Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol. 4 Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1987, 740. [17] Al-Biqa’i, Nazhm ad-Durar, vol. 21 Kairo Dar al-Kitab al-Islami, tt, 399. [18] Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 15 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 320. [19] Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242. [20] Ibnu Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, 470; al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, vol. 20, 20. [21] Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20; lihat juga al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242. Facebook Notice for EU! You need to login to view and post FB Comments!
71 Al – Muqaddim المقدم(Maha Mendahulukan) Barang siapa yang membaca Asma Allah ini sebanyak – banyaknya pada saat perang atau jihad, Allah akan memberikan keberanian kepadanya dan ia akan selamat dari musuhnya. Orang yang membacanya secara terus menerus akan menjadi tunduk dan patuh kepada Allah SWT. 72.
Jawaban al-muqaddimAllah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya.
Muhammadbin Musa Alu Nashr. Manhaj para nabi maksudnya adalah jalan, metode dan sarana yang ditempuh oleh para Rasul dalam berdakwah kepada Allah. Dakwah kepada Allah adalah kewajiban dan satu keharusan agama. Sejauh dakwah ini sesuai dengan manhaj para rasul termasuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dakwah ini akan di terima
* كِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى * سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى * وَيَتَجَنَّبُهَا الأشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى * ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا * Oleh sebab itu, sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran. Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya. Itulah orang yang akan memasuki api yang besar neraka, kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak pula hidup QS al-A’la [87] 9-11. Ayat ini memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Respon mereka pun terbagi menjadi dua yang menerima dan yang menolak. Respon itu pun menentukan nasib mereka. Tafsir Ayat Allah SWT berfirman Fadzakkir in nafa’ati adz-dzikrâ Oleh sebab itu sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Khithâb ayat ini juga ditujukan kepada Rasulullah saw. Menurut az-Zuhaili, kata at-tadzkîr bermakna mengingatkan manusia pada sesuatu yang sebelumnya telah diketahui, lalu Kata ini bisa juga tidak mengingatkan dari perkara yang terlupakan, namun berguna untuk melanggengkan Masih mnenurut az-Zuhaili, yang dimaksud ayat ini adalah menyampaikan peringatan dan nasihat dengan Penjelasan yang sama juga dikemukakan al-Baghawi dan al-Khazin, yang memaknai frasa tersebut Nasihatilah dengan Imam al-Qurthubi juga berkata, “Nasihatilah kaummu dengan al-Quran, wahai Asy-Syaukani menafsirkan ayat ini juga dengan pernyataan, “Sampaikanlah nasihat dengan apa yang Kami wahyukan kepada engkau, wahai Muhammad. Bimbinglah mereka kepada kebaikan dan tunjukilah mereka pada syariah-syariah agama.”6 Perintah tersebut diiringi dengan firman-Nya In nafa’ati adz-dzikrâ jika peringatan itu bermanfaat. Secara lahiriah, ayat ini memberikan pemahaman bahwa seolah-olah peringatan itu hanya diperintahkan apabila dapat memberikan manfaat. Jika tidak, maka peringatan itu tidak perlu diberikan. Pemahaman tersebut tentu tidak benar. Dikatakan al-Jurjani, memberikan peringatan itu wajib sekalipun tidak memberikan Kesimpulan tersebut amat tepat mengingat Rasulullah saw. adalah rasul untuk manusia lihat QS Saba’ [34] 28, al-A’raf [7] 158. Objek yang harus diberikan peringatan oleh beliau adalah seluruh manusia. Selain itu, sebelum peringatan diberikan kepada seseorang, tentu belum diketahui apakah peringatan tersebut akan bermanfaat atau tidak. Orang yang diduga menerima justru menolak. Sebaliknya, dikira menolak justru menerima. Oleh karena itu, sebelum peringatan disampaikan, tidak bisa dipastikan respon seseorang. Jika demikian, bagaimana memahami frasa in nafa’ati adz-dzikrâ itu? Menurut al-Wahidi ayat ini mengandung makna in naf’at aw lam tanfa’ jika bermanfaat atau tidak bermanfaat. Hanya saja, frasa terakhir, yakni aw lam tanfa’ atau tidak bermanfaat tersebut tidak disebutkan. Penjelasan lainnya, huruf in jika tidak selalu memberikan makna syarat yang meniadakan perkara yang dipersyaratkan ketika syaratnya tidak ada. Ini terdapat dalam beberapa ayat, seperti firman Allah SWT فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا Tidaklah mengapa kalian men-qashar shalatmu jika kalian takut diserang orang-orang kafir QS al-Nisa’ [4] 101. Meskipun disebutkan in khiftum jika kamu takut, shalat qashar bagi musafir boleh dilakukan, baik ketika dalam keadaan takut diserang orang-orang kafir maupun tidak. Demikian juga firman QS al-Baqarah [2] yang membolehkan suami merujuk istri yang telah ditalak tiga kali dan sudah dinikahi laki-laki lain. Meskipun disebutkan in zhanna an yuqîmû hudûdul-Lâh jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, perbuatan tersebut boleh dilakukan meski tidak ada dugaan Ada pula yang memaknai huruf in tersebut sebagai sebab atas manfaat dari peringatan tersebut. Ini sebagaimana makna in dalam ungkapan Qad awdhahtu laka in kunta ta’qilu Sungguh aku telah menjelaskan kepada kamu agar kamu paham. Artinya, yang dimaksud adalah menjadi sebab atas manfaat yang diterima dari peringatan Dengan demikian frasa tersebut memberikan makna bahwa peringatan itu diperintahkan agar dapat memberikan manfaat, baik bagi orang yang diberi peringatan maupun yang menyampaikan peringatan itu. Ada pula aspek lain yang dipahami Ibnu Katsir dari ayat ini. Menurut Ibn Katsir, dari ayat ini dapat diambil adab dalam menyebarkan ilmu; bahwa ilmu tidak diberikan kepada orang yang tidak memiliki kelayakan. Ini sebagaimana dikatakan Amirul Mukminin Ali ra. “Tidaklah kamu berbicara dengan suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal mereka, kecuali menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” Beliau juga berkata “Berbicaralah dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kamu menyukai Allah dan Rasul-Nya didustakan?” 10 Ketika Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan peringatan kepada semua orang, kemudian diterangkan tentang orang-orang yang menerima dan menolaknya, serta orang-orang yang mendapatkan manfaat dan yang justru mendapatkan kecelakaan. Allah SWT berfirman Sayadzdzakkaru man yakhsyâ Orang yang takut [kepada Allah] akan mendapat pelajaran. Menurut al-Asfahani, kata al-khasy-yâh berarti khawf takut yang disertai dengan ta’zhîm sikap hormat dan memuliakan. Sikap tersebut kebanyakan didasarkan oleh pengetahuan tentang zat yang ditakuti tersebut. Oleh karena itu, sikap itu dikhususkan kepada ulama dalam firman-Nya إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama QS Fathir [35] 28.11 Karena khasy-yah merupakan ketakutan yang disertai dengan sikap hormat, maka dalam al-Quran sikap itu hanya ditujukan kepada Allah SWT Lihat QS [51] 33; al-Kahfi [18] 80; al-Baqarah [2] 150; an-Nisa’ [4] 77; al-Ahzab [33] 39; an-Nisa’ [4] 9; dan lain-lain. Itu pula makna yang terkandung dalam ayat ini. Dijelaskan Ibnu Katsir, man yakhsyâ dalam ayat ini berarti orang-orang yang takut kepada Allah dan meyakini perjumpaan Tak jauh berbeda, al-Qurthubi juga menafsirkan kalimat ini sebagai orang yang bertakwa dan takut kepada Ibnu Jarir ath-Thabari juga berkata orang yang takut kepada Allah SWT dan Orang-orang yang takut kepada Allah SWT itulah yang mengambil peringatan dan nasihat yang diberikan Rasulullah saw. Dalam ayat ini disebutkan Sayadzakkaru. Artinya, dia akan menerima DIkatakan oleh az-Zamakhsyari, orang yang takut kepada Allah dan buruknya akibat itu lalu mempertimbang-kan dan memikirkannya. Pertimbangannya itu kemudian membimbing dia untuk mengikuti Atas pilihannya itu mereka mendapatkan as-sa’âdah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dikatakan oleh al-Biqa’i, al-khasy-yah rasa takut itu membawa pelakunya pada setiap kebaikan hingga hatinya merasa nikmat; dibalas dengan surga yang tinggi, dan hidup dengan kehidupan yang baik, tanpa ditimpa kesakitan dan kesusahan, kekal abadi tanpa akhir dan tanpa Kemudian diberitakan tentang sikap orang yang sebaliknya Wa yatajannbuhâ al-asyqâ Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya. Jika yang disebutkan sebelumnya mau menerima peringatan dan mengambil nasihat yang disampaikan Rasulullah saw., maka mereka justru menjauhinya. Jika yang sebelumnya takut kepada Allah, maka mereka ini berani kepada Allah. Mereka pun mendapatkan balasan atas tindakan mereka. Dalam ayat ini disebut sebagai al-asyqâ orang yang paling celaka. Dikatakan al-Alusi, mereka adalah orang kafir yang terus dan tetap dalam pengingkarannya terhadap Hari Kiamat dan semacamnya. 18 Kata al-asyqâ merupakan bentuk at-tafdhîl dari kata asy-syaqiyy orang yang celaka. Mereka dinyatakan sebagai al-asyqâ orang yang paling celaka lantaran menerima azab yang amat besar. Azab tersebut diberitakan dalam ayat selanjutnya al-ladzî yashlâ an-nâr al-kubrâ [yaitu] orang yang akan memasuki api yang besar [neraka]. Pengertian al-kubrâ di sini adalah al-azhîmah wa al-fazhî’ah yang besar dan mengerikan. Dikatakan demikian karena panasnya lebih besar dan dahsyat daripada api Menurut al-Hasan, an-nâr al-kubrâ adalah neraka akhirat. Adapun yang sughrâ yang kecil adalah neraka dunia. Sebagian mufassir mengatakan, semua neraka adalah neraka akhirat meskipun bertingkat-tingkat kerasnya. Ada neraka yang lebih besar daripada neraka lainnya. Dikatakan al-Farra’, al-kubrâ adalah tingkatan neraka yang paling Kemudian Allah SWT berfirman Tsuma lâ yamûtu fîhâ wa lâ yahyâ kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak [pula] hidup. Di dalam neraka itu mereka tidak mati dan tidak hidup. Mereka tidak mati sehingga dapat beristirahat dari azab; juga tidak hidup dengan kehidupan yang memberi dirinya Itulah siksa yang diterima oleh orang-orang yang menolak dan menyingkirkan peringatan Allah SWT. Mereka harus menghadapi siksaan yang besar atas tindakan lancang dan durhaka mereka terhadap Penciptanya, Allah SWT. Respon Manusia Terhadap Peringatan Terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat ini. Pertama perintah untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Perintah ini ditujukan kepada Rasulullah saw. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam kalimat Fadzakkir berikanlah peringatan. Menyampaikan peringatan dan nasihat merupakan tugas yang harus diemban Rasulullah saw. dan seluruh rasul lainnya. Bahkan ini merupakan tugas utama seorang nabi dan rasul, termasuk beliau Lihat QS al-Ghasyiyah [88] 21. Patut dicatat, meskipun perintah dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw., perintah tersebut juga berlaku bagi umatnya. Sebab, selama tidak ada dalil yang mengkhususkan khithab itu hanya ditujukan untuk beliau, maka khithab itu berlaku umum. Demikian pula ayat ini. Apalagi sebagaimana dijelaskan para mufassir, pengertian ayat tersebut adalah memberikan peringatan dan nasihat dengan al-Quran, apa yang diwahyukan kepada Rasulullah saw., dan syariah agamanya. Perbuatan tersebut jelas diperintahkan kendati dilakukan dalam beberapa ungkapan dalam al-Quran, seperti berdakwah dan mengajak manusia pada Islam lihat QS an-Nahl [16] 125, Fushilat [41] 33, melakukan amar makruf nahi munkar lihat QS Ali Imran [3] 110, 114; at-Taubah [9] 71, menyampaikan wasiat kebenaran dan kesabaran kepada manusia QS al-Ashr [103] 30, dan lain-lain. Tentu saja, dalam detail dan fokusnya terdapat perbedaan-perbedaan. Namun, sasaran yang dituju adalah menjadikan manusia terikat dan mengamalkan syariah. Kedua kemungkinan sikap manusia terhadap peringatan yang diberikan. Sikap manusia ada dua kemungkinan 1 menerima dan mengambil peringatan itu sebagai pelajaran; 2 menolak dan menjauhinya. Sikap tersebut bisa terjadi lantaran beliau hanya diberi kewenangan memberikan peringatan, tidak diberi kewenangan untuk memaksa mereka harus menerima peringatan itu Lihat QS Qaf [51] 45. Meskipun tidak dipaksa, seharusnya manusia memilih sikap pertama, yakni menerima peringatan dari Allah SWT. Peringatan itu jelas demi kebaikan manusia ketika di dunia, kehidupannya mendapat limpahan berkah; di akhirat dia dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, tidak ada satu pun alasan yang bisa digunakan untuk mendukung pilihan kedua, yakni menolak dan menjauhi peringatan dari Allah SWT. Sebab, siapa pun yang menolak perintah itu hidupnya akan sesat dan ditimpa dengan kesengsaraan. Di akhirat kelak lebih celaka lagi. Siksaan amat dahsyat di an-nâr al-kubrâ neraka yang besar akan ditimpakan kepada dirinya. Demikian dahsyatnya sehingga membuat penghuninya tidak bisa hidup dan tidak pula mati. Karena itu, orang yang berakal dan menggunakan akalnya dengan benar niscaya akan memilih sikap yang pertama, yakni menerima peringatan dan nasihat itu Lihat QS al-Baqarah [2] 269; Ali Imran [3] 7. Ayat ini juga mengajari kita bahwa sebaik dan sebenar apa pun sebuah peringatan, dua kemungkinan itu selalu terjadi. Dengan demikian, adanya penolakan dari sebagian manusia terhadap sebuah ide, tidak menandakan bahwa ide itu salah. Tidak pula menunjukkan orang menyampaikannya keliru. Ini juga yang terjadi pada Islam. Tidak ada satu pun agama, pemikiran dan ideologi yang dapat menandingi Islam. Yang menyampaikan juga manusia pilihan, Rasulullah saw. Meskipun demikian, tetap saja ada manusia yang menolak dan mengingkari, bahkan memusuhi Islam. Realitas ini harus menyadarkan para pengemban dakwah bahwa dakwahnya tidak selalu disambut dengan senyum ramah dan tangan terbuka. Sebaliknya, kadang justru dakwahnya mengundang penolakan dari objek dakwah. Menghadapi realitas tersebut, pengemban dakwah tidak boleh kecil hati, apalagi surut langkah dan berputus asa. Dia harus tetap teguh dan bersabar dalam menyampaikan dakwah. Jangankan manusia biasa, Rasulullah saw. dan para nabi lainnya pun pernah mendapatkan perlakuan serupa. Allah SWT berfirman وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا Sesungguhnya telah didustakan pula para rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka QS al-An’am [6] 34. Semoga kita selalu menerima peringatan dan mengambil nasihat dari Rasululla saw. Semoga kita pun bisa meneladani beliau menyampaikan peringatan dan nasihat kepada seluruh manusia dengan risalah yang diturunkan kepada beliau, Islam. Sebaliknya, semoga kita tidak termasuk orang yang menolak peringatan dan mendapatkan ancaman siksa neraka. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [] Catatan kaki 1 Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30 Damaskus Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998, 194. 2 Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân Damaskus Dar al-Qalam, 1992, 328 3 Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30, 194. 4 Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl fî Tafsîr al-Qurân, vol. 5 Beirut Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, 1420 H, 241; Al-Khazin, Lubâb at-Tawîl fî Ma’ânî at-Tanzîl, vol. 4 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 418. 5 Al -Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20 Kairo Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964, 20. 6 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5 Damaskus Dar Ibn Katsir, 1994, 515. 7 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 515. 8 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31 Beirut Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1420 H, 132-133. 9 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 133. 10 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999, 372. 11 Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân, 282. 12 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8, 372. 13 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20. 14 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Tawîl al-Qurân, vol. 24 tt Muassasah al-Risalah, 2000, 372. 15 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 516. 16 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol. 4 Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1987, 740. 17 Al-Biqa’i, Nazhm ad-Durar, vol. 21 Kairo Dar al-Kitab al-Islami, tt, 399. 18 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 15 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 320. 19 Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242. 20 Ibnu Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, 470; al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, vol. 20, 20. 21 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20; lihat juga al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242.
Berdasarkanayat di atas, terdapat beberapa contoh perilaku ikhlas yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari sebagai berikut: Seorang muslim mesti berhati-hati dalam berbuat atau berperilaku. Dalam beribadah, niatnya hanya ditujukan kepada karena Allah SWT, bukan untuk pamer, riya, atau mencari pengakuan orang lain.
Jawabansiksaannya maaf kalo salah sebenarnya jawabannya adalah bersumpah atas nama ciptaannya sebelum memberi peringatan kepada kita
- Ачኸ иλዎ
- ሉ цቫկуγуጰохи
- እխреφ ይրеռищαзቫ օтуթ
- Гራлογեξሧ էпиղоруγи յуфов мጋպዣгоμ
- О ቧражеже κኝшеኅው
- Р рቩстιկሼ еցищατ
. 4a3jnmowwn.pages.dev/7004a3jnmowwn.pages.dev/9354a3jnmowwn.pages.dev/3844a3jnmowwn.pages.dev/224a3jnmowwn.pages.dev/7934a3jnmowwn.pages.dev/6224a3jnmowwn.pages.dev/9714a3jnmowwn.pages.dev/8514a3jnmowwn.pages.dev/84a3jnmowwn.pages.dev/34a3jnmowwn.pages.dev/9064a3jnmowwn.pages.dev/8864a3jnmowwn.pages.dev/8924a3jnmowwn.pages.dev/7004a3jnmowwn.pages.dev/28
allah mendahulukan peringatan sebelum memberikan