PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA JILID II TIDAK DIPERJUALBELIKAN Persembahan MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA 1Prof. Dr. Jimly Asshiddiqqie, PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA JILID II Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006 ii iii 215 hlm; 14 x 21 cm sung, telah mereduksi kembali cara pandang kita ter- hadap kehidupan dan nilai-nilainya, termasuk dalam hu- 1. Hukum Tata Negara 2. Undang-Undang kum dan ketatanegaraan, yang mau tidak mau harus me- revisi kembali berbagai teori dan konsep-konsep hukum Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang tata negara yang diproduk pada masa lalu, yang se- All right reserved kiranya sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan pada zaman sekarang. Hak Cipta Jimly Asshiddiqie Cetakan Pertama, Juli 2006 Fenomena terbentuknya Uni Eropa European Union, merupakan sebuah contoh perubahan karak- Koreksi naskah teristik yang cukup mendasar dari teori susunan negara. Muchamad Ali Safa’at, Pan Muhammad Faiz Begitu pula dengan konsepsi tiga fungsi kekuasaan setting layout Ery Satria Pamungkas, Luthfi WE, Rio Tri JP secara klasik yang kita kenal dengan istilah trias politica dari Baron de Montesquieu, yang terdiri dari fungsi legis- Rancang Sampul Abiarsya latif, eksekutif, dan yudikatif. Hampir di seluruh negara Indeks Subhan Hariri, M. Azis Hakim dunia berpandangan bahwa konsepsi yang demikian di- anggap sudah tidak relevan lagi saat ini, mengingat tidak Penerbit mungkin lagi dipertahankan secara serta merta bahwa Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan ketiga fungsi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu kekuasaan dimaksud di atas. Mahkamah Konstitusi RI Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Pengembaraan intelektual dari belantara pe- mikiran-pemikiran mondial yang bersifat universal ter- Telp. 021 3520173, 3520787 sebut tentu saja harus juga dipadukan dengan pe- mikiran-pemikiran lokal yang bersifat partikularistis. iv Bertitik-tolak dari hal tersebut, maka berbagai gagasan dan penyempurnaan pemikiran seputar Hukum Tata Negara dan Konstitusi di abad millenium ketiga ini, vdengan cermat dan teliti berdasarkan pengalaman dan Hakim dan Rio Tri Juli Putranto yang telah mem- kemampuannya ini telah dituangkan secara sistematis perlancar proses penerbitan. oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, dalam buku yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” ini. Semoga buku ini dapat membantu meretas jalan bagi terwujudnya sistem ketatanegaraan Indonesia yang Selaku Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas semakin kokoh dimasa yang akan datang. Akhirnya kami Indonesia yang telah memiliki andil besar dalam pe- ucapkan, selamat membaca. ngembangan kehidupan bernegara dan berkonstitusi di Indonesia untuk menjadi lebih baik dan lebih demo- Jakarta, Juli 2006 kratis, juga sebagai seorang academic writer yang telah Sekretaris Jenderal membuahkan berpuluh-puluh karya monumental di bi- Mahkamah Konstitusi RI, dang hukum tata negara, maka dengan mengambil mo- Janedjri M. Gaffar mentum penerbitan buku ini pantaslah kiranya kita men- juluki beliau sebagai “Pakar Hukum Tata Negara Modern vii Indonesia”. Terbitnya buku ini juga merupakan tambahan bagi khazanah pustaka dan ilmu pengetahuan yang mengulas secara khusus dan komprehensif mengenai Hukum Tata Negara sebagai Ilmu Hukum the science of con- stitutional law. Kalaupun terdapat buku yang sejenis, itupun kita sadari bersama bahwa beberapa bagiannya dirasa sudah cukup ketinggalan zaman achterlijk. Buku ini merupakan jilid kedua sebagai lanjutan dari jilid I. Pada awalnya antara jilid I dan jilid II merupakan satu naskah buku. Namun karena mengingat ketebalan nas- kah yang disiapkan, naskah tersebut dijadikan dua jilid yang tetap merupakan satu kesatuan. Atas itu semua, pantaslah kiranya kita memberikan penghargaan kepada Beliau atas pemikiran-pe- mikirannya dalam buku “maha karya” ini, yang di- percayakan kepada kami untuk menerbitkannya. Selain itu kami, ucapkan terima kasih pula kepada Sdr. Muchamad Ali Safa’at dan Pan Mohamad Faiz, yang dengan cermat dan tekun mengedit naskah ini. Demikian pula kepada Sdr. Abiarsya yang telah men-design cover dan juga me-lay out buku ini, serta kepada Sdr. Ery Satria, Luthfi Widagdo Eddyono, Subhan Hariri, M. Azis viKATA PENGANTAR Bismilahhirrahmanirrahim, Buku ini saya persembahkan sebagai bahan kajian bagi para mahasiswa dan pemula, para dosen, pemerhati hukum, serta para peminat pada umumnya yang tertarik untuk mempelajari seluk-beluk mengenai hukum tata negara sebagai ilmu pengetahuan hukum. Sebenarnya, banyak buku yang sudah ditulis oleh para ahli mengenai hal ini sebelumnya. Akan tetapi, di samping tidak dimak- sudkan sebagai buku teks yang bersifat menyeluruh, pada umumnya buku-buku tersebut ditulis pada kurun waktu sebelum reformasi. Oleh karena itu, buku-buku teks yang sampai sekarang masih dipakai sebagai pegangan dalam perkuliahan hukum tata negara di ber- bagai fakultas hukum di tanah air kita dewasa ini sudah banyak yang ketinggalan zaman. Buku-buku dimaksud dapat dikatakan ketinggalan zaman, karena dua sebab utama. Pertama, dunia pada umumnya di abad ke-21 sekarang ini telah berubah secara sangat mendasar, sehingga menyebabkan struktur dan fungsi-fungsi kekuasaan negara juga mengalami per- ubahan yang sangat significant apabila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan-perubahan mendasar itu tidak hanya terjadi di lapangan per- ekonomian global, tetapi juga di bidang kebudayaan dan di bidang sosial politik yang mau tidak mau telah pula mempengaruhi format dan fungsi kekuasaan di hampir semua negara di dunia. Dikarenakan perubahan-perubahan yang bersifat global atau mondial itu, hubungan saling pengaruh mempengaruhi antara sistim konstitusi menjadi semakin niscaya. Dikotomi antara nasionalisme versus interna- viii ixsionalisme sistim hukum dan konstitusi juga semakin politik yang berusaha untuk mengubah atau bahkan me- tipis batasan-batasannya. Bahkan, karena perkembangan ngembalikan hasil perubahan yang sudah ditetapkan itu Uni Eropa yang semakin menguat tingkat kohesi dan ke naskah UUD 1945 yang asli sebagaimana disahkan integrasinya, maka kedaulatan sistim hukum dan kons- pada tahun 1945. Namun, terlepas dari perbedaan-per- titusi masing-masing negara anggotanya juga semakin bedaan pendapat yang demikian, naskah Undang- cair. Apalagi, sebagai akibat kuat dan luasnya pengaruh Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 gelombang liberalisme di hampir semua negara di dunia, sudah berubah dan perubahannya itu sudah disahkan peran pemerintah dan negara pada umumnya terus me- secara konstitusional. Oleh karena itu, sekarang bukan nerus dituntut untuk dikurangi melalui kebijakan demo- lagi saatnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. kratisasi, privatisasi, deregulasi, debirokratisasi, dan pe- Akan tetapi, sekarang adalah saatnya untuk melak- majuan hak asasi manusia di semua sektor kehidupan. sanakan segala ketentuan UUD 1945 pasca perubahan itu Akibatnya, format organisasi negara dan fungsi-fungsi secara konsekuen. kekuasaan negara juga dipaksa oleh keadaan untuk berubah secara mendasar. Jikapun perbedaan pendapat yang terjadi dapat di- kembangkan dalam tataran ilmiah, maka tentunya per- Kedua, setelah era reformasi, Negara Kesatuan bedaan-perbedaan itu justru dapat memperkaya pers- Republik Indonesia NKRI juga telah mengalami pektif bagi perkembangan ilmu hukum tata negara perubahan yang sangat mendasar di hampir semua positif di Indonesia. Akan tetapi, para jurist dan para ca- aspeknya. Undang-Undang Dasar Negara Republik lon jurist di bidang hukum tata negara harus pula me- Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan hukum mahami bahwa norma hukum dasar sebagai hukum yang tertinggi dalam sistim hukum Indonesia telah mengalami tertinggi sebagaimana tertuang dalam ketentuan UUD perubahan secara besar-besaran. Jumlah ketentuan yang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sah dan tercakup dalam naskah UUD 1945 yang asli mencakup 71 mengikat secara konstitusional sejak ditetapkan. Oleh butir ketentuan. Sekarang, setelah mengalami empat kali karena itu, sistim hukum dan ketatanegaraan Indonesia perubahan dalam satu rangkaian proses perubahan dari pasca Perubahan UUD 1945 harus pula berubah secara tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, butir ketentuan mendasar sesuai dengan tuntutan baru UUD 1945. Ber- yang tercakup di dalamnya menjadi 199 butir. Dari ke- samaan dengan itu, buku-buku teks dan buku-buku pela- 199 butir ketentuan itu, hanya 25 butir ketentuan yang jaran lainnya yang berkenaan dengan sistim hukum dan berasal dari naskah asli yang disahkan oleh Panitia ketatanegaraan Indonesia dewasa ini juga harus diubah Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI pada tanggal dan disesuaikan secara besar-besaran pula. Oleh sebab 18 Agustus 1945. Selebihnya, yaitu sebanyak 174 butir itulah, buku ini dipersembahkan dengan harapan agar ketentuan, dapat dikatakan merupakan ketentuan yang dapat membantu para mahasiswa, para dosen, dan para baru sama sekali. peminat pada umumnya yang berusaha untuk me- mahami segala seluk-beluk hukum tata negara sebagai Banyak pihak yang merasa kecewa atau bahkan me- satu cabang ilmu pengetahuan hukum. nentang perubahan secara besar-besaran dan mendasar demikian. Bahkan di kalangan guru besar hukum tata Oleh karena luasnya masalah yang perlu dibahas, negara sendiri banyak juga yang terlibat dalam gerakan saya sengaja membagi dua buku ini menjadi i x xiPengantar Ilmu Hukum Tata Negara, dan ii Pengantar satu buku pedoman Hukum Tata Negara bagi siapapun. Hukum Tata Negara Indonesia. Buku pertama adalah Syukur-syukur buku ini dapat pula dijadikan sebagai pengantar bagi kajian hukum tata negara pada umumnya buku pegangan bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukum sebagai satu cabang ilmu pengetahuan hukum. Materi dalam mempelajari seluk-beluk ilmu hukum tata negara. buku pertama inilah yang biasa disebut sebagai Hukum Tata Negara Umum. Namun karena pembahasan yang Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita dilakukan secara mendalam, buku pertama tersebut di- semua. Amiin. jadikan dua jilid, yaitu Jilid I dan Jilid II yang merupakan satu rangkaian. Jakarta, Juli 2006 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Sedangkan buku yang kedua berkenaan dengan materi Hukum Tata Negara Positif yang berlaku di xiii Indonesia. Oleh karena banyaknya materi yang penting, maka pada Buku kedua ini juga diberi judul “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”, karena sifatnya hanya sebagai pengantar saja. Artinya, bagi mereka yang ber- minat untuk mengkaji materi tertentu secara lebih men- dalam lagi, perlu membaca buku yang tersendiri mengenai hal-hal dimaksud. Namun sebenarnya, buku mengenai apa saja yang berkenaan dengan buku Hukum Tata Negara, baik yang bersifat umum ataupun yang bersifat positif, sangat ter- asa masih sangat kurang di Indonesia. Terlebih lagi, buku-buku yang sengaja diabdikan untuk membahas hu- kum tata negara sebagai ilmu pengetahuan di antara se- dikit buku tentang hukum tata negara, pada umumnya hanya membahas mengenai hukum tata negara positif yang berlaku di Indonesia. Sangat sedikit yang secara khusus membahas teori umum tentang hukum tata negara. Oleh sebab itu, saya berusaha mengisi ke- kosongan tersebut dengan menerbitkan buku ini sebagaimana mestinya. Lahirnya buku ini tentunya juga atas dukungan dan keterlibatan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut mem- bidani dalam penyusunan buku ini. Besar harapan saya bahwa kiranya buku ini dapat dijadikan sebagai salah xiiDAFTAR ISI Dari Penerbit ~ v Kata Pengantar ~ ix Daftar Isi ~ xv BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ~ 1 B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ~ 7 C. PENDEKATAN PEMBAHASAN ~8 BAB II ORGAN DAN FUNGSI KEKUASAAN NEGARA A. PEMBATASAN KEKUASAAN ~ 11 1. Fungsi-Fungsi Kekuasaan ~11 2. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan~ 14 3. Desentralisasi dan Dekonsentrasi~ 26 B. CABANG KEKUASAAN LEGISLATIF~ 32 1. Fungsi Pengaturan Legislasi ~ 32 2. Fungsi Pengawasan Control ~35 3. Fungsi Perwakilan Representasi~39 C. CABANG KEKUASAAN YUDISIAL ~ 44 1. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman ~ 44 2. Beberapa Prinsip Pokok Kehakiman ~ 52 3. Struktur Organisasi Kehakiman~ 56 D. CABANG KEKUASAAN EKSEKUTIF~ 59 1. Sistim Pemerintahan ~ 59 2. Kementerian Negara ~ 61 E. PERKEMBANGAN ORGANISASI NEGARA ~ 65 xiv xv1. Liberalisasi Negara Kesejahteraan dan ~ 65 C. SISTEM PEMILIHAN UMUM ~ 178 Perubahan Kelembagaan Negara 1. Sistim Pemilu Mekanis dan Organis ~ 178 2. Sistim Distrik dan Proporsional ~ 181 2. Belajar dari Negara Lain ~ 76 D. PENYELENGGARA DAN SENGKETA BAB III HASIL PEMILU ~ 185 HAK ASASI MANUSIA DAN MASALAH 1. Lembaga Penyelenggara ~ 185 2. Pengadilan Sengketa Hasil Pemilu ~ 187 KEWARGANEGARAAN Daftar Pustaka ~ 191 A. HAK ASASI MANUSIA ~ 85 Daftar Indeks ~ 203 1. Selintas Sejarah HAM ~ 85 Tentang Penulis ~ 209 2. Gagasan HAM dalam UUD 1945 ~ 96 3. HAM dalam UUD 1945 Pasca Reformasi ~ 104 xvii B. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA ~ 110 1. Asal Mula Prakarsa ~ 110 2. Aspirasi tentang Kewajiban Asasi Manusia ~ 118 3. Kampanye dan Sosialisasi Deklarasi ~ 122 C. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN ~ 131 1. Warga Negara dan Penduduk ~ 131 2. Prinsip Dasar Kewarganegaraan ~ 135 3. Perolehan dan Kehilangan Kewarganegaraan ~ 145 BAB IV PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM A. PARTAI POLITIK ~ 153 1. Partai dan Pelembagaan Demokrasi ~ 153 2. Fungsi Partai Politik ~ 159 3. Kelemahan Partai Politik ~ 163 B. PEMILU DAN KEDAULATAN RAKYAT ~ 168 1. Pemilu Berkala ~ 168 2. Tujuan Pemilihan Umum ~ 175 xviBAB I Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara PENDAHULUAN Jilid II A. LATAR BELAKANG Oleh karena itu, buku yang bermutu juga menjadi sangat kurang jumlahnya. Kata kuncinya tidak lain ada- Ada beberapa sebab yang mendorong saya menulis lah bahwa konsumen dan konsumsi buku di masyarakat buku ini. Pertama, dunia pustaka kita di tanah air sangat kita masih sangat tipis jumlahnya, sehingga tidak dapat miskin dengan buku-buku yang berisi informasi yang menggerakkan roda industri buku untuk dapat tumbuh luas dan mendalam dengan perspektif yang bersifat sehat. Untuk itu, sebagai seorang guru dalam pendidikan alternatif. Saya berusaha menyajikan informasi dan hasil hukum yang kebetulan mendapat kepercayaan menjadi analisis kritis mengenai berbagai soal dalam bidang ilmu Ketua Mahkamah Konstitusi, di tengah kesibukan kerja hukum tata negara sebagai alternatif pilihan terhadap sehari-hari, saya merasa bertanggung jawab secara moral semua buku dan karya yang sudah ada selama ini. untuk terus menulis buku untuk kepentingan mahasiswa Kadang-kadang buku-buku yang tersedia hanyalah buku dan masyarakat peminat lainnya. yang berisi kumpulan peraturan perundang-undangan di bidang politik dan ketatanegaraan dengan tambahan Ketiga, perkembangan ketatanegaraan Indonesia komentar dan catatan yang serba sumir, tanpa keda- sendiri sesudah terjadinya reformasi nasional sejak laman analisis dengan berbasis teori-teori yang telah ber- tahun 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Per- kembang pesat di lingkungan negara-negara maju. Oleh ubahan UUD 1945 secara sangat mendasar sebanyak em- karena itu, buku dengan kedalaman pengertian tentang pat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002, berbagai aspek ilmiah tentang hukum tata negara sung- telah mengubah secara mendasar pula cetak biru blue- guh sangat banyak diperlukan. print ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan da- tang. Oleh karena itu, diperlukan banyak buku baru yang Kedua, dari segi jumlahnya, buku-buku yang terse- dapat menggambarkan perspektif-perspektif baru itu, ti- dia di perpustakaan dan di toko buku pun juga sangat dak saja di dunia teori, tetapi juga di bidang hukum terbatas. Oleh sebab itu, makin banyak buku tentulah di- positif yang sekarang berlaku. harapkan dapat semakin mendorong peningkatan peng- kajian-pengkajian yang lebih intensif oleh para maha- Sampai sekarang, pemasyarakatan UUD 1945 pasca siswa dan peminat masalah ketatanegaraan selanjutnya. Perubahan Keempat relatif masih sangat terbatas. Pada- Budaya baca di kalangan masyarakat kita sangatlah le- hal, isinya telah mengalami perubahan lebih dari 300 mah, dan demikian pula budaya menulis juga sangat ter- persen. Sebagai gambaran, sebelum diadakan Perubah- batas, apalagi untuk menjadi penulis buku-buku yang an, naskah UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan ayat atau bermutu. Menjadi penulis yang baik saja pun sekarang pasal. Akan tetapi sekarang, setelah mengalami 4 em- ini belumlah dapat dijadikan andalan untuk hidup. Ka- pat kali perubahan, ketentuan yang terkandung di da- rena tidak ada orang yang mampu hidup hanya dengan lamnya menjadi 199 butir. Dari rumusan ketentuan yang mengandalkan kemampuan menulis. asli, hanya tersisa 25 butir saja yang sama sekali tidak berubah. Sedangkan selebihnya, yaitu 174 butir, sama sekali merupakan butir-butir ketentuan baru dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya, meski- pun namanya masih menggunakan nama lama dengan penegasan kembali dengan nama resmi “Undang- 2Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, tetapi isinya sudah lebih dari 300 persen baru. Untung- kap sebagai jurist. Perhatian para sarjana hukum keba- lah bahwa pembukaannya tidak mengalami perubahan, nyakan tertuju kepada politik hukum legal policy dari- dan naskah standar yang dijadikan pegangan dalam pada norma hukum itu sendiri. Para sarjana hukum, melakukan perubahan itu adalah naskah UUD 1945 apalagi di kalangan aktivis di lapangan, para advokat, sebagaimana Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demi- ataupun para dosen yang terlibat aktif sebagai pengamat, kian, meskipun isinya sudah mengalami perubahan lebih cenderung bertindak sebagai sarjana patriotis yang ingin dari 300 persen, tetapi jiwanya tetap jiwa proklamasi, memperjuangkan nilai agar dapat turut memperbaiki dan orisinalitas ideologinya tetap terpelihara sesuai nas- hukum. kah aslinya yang diwarisi dari tahun 1945. Kecenderungan demikian biasanya dibungkus pula Namun, sebagai akibat dari perubahan yang sangat oleh alasan yang bersifat psedo-ilmiah, dengan menda- mendasar dan bersifat besar-besaran itu, tidak ada jalan sarkan diri pada teori-teori ilmiah yang secara salah lain, harus ada upaya bersengaja untuk menyebarluaskan kaprah dipergunakan. Misalnya, dikatakan bahwa sarja- pengertian-pengertian baru dalam UUD 1945, terutama na hukum tidak boleh berpikir dogmatis-posivistik, atau di kalangan para calon ahli hukum sendiri, yaitu para sarjana hukum sudah seharusnya mengutamakan pera- mahasiswa hukum di seluruh tanah air. Untuk itu, pe- saan keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehingga nulisan buku ini termasuk dalam rangka kebutuhan yang tidak perlu terpaku kepada bunyi teks. Padahal, ukuran amat mendesak mengenai pemasyarakatan kesadaran perasaan keadilan itu sangat relatif dan cenderung akan konstitusi “baru” Indonesia, yaitu UUD Negara menyebabkan penerapan hukum menjadi sangat dipe- Republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan. Ba- ngaruhi oleh faktor-faktor kekuatan politik majoritarian. nyak kalangan dosen dan bahkan banyak pula para guru besar hukum tata negara sendiri serta para ahli hukum Apabila dipandang dari segi kebutuhan akan pem- pada umumnya yang belum sungguh-sungguh memaha- baruan hukum di negara kita yang dewasa ini sedang mi pengertian-pengertian baru dalam substansi perubah- berubah menjadi lebih demokratis dan berkeadilan, hal an yang terjadi dalam Undang-Undang Dasar Negara itu tentu merupakan fenomena yang baik dan positif Republik Indonesia Tahun 1945. saja. Upaya melakukan perombakan memerlukan sikap kritis dari banyak kalangan, terutama dari kalangan para Lagi pula, di kalangan para sarjana hukum Indo- ahli hukum sendiri. Akan tetapi, kebiasaan semacam itu, nesia sejak dulu, terdapat pula kebiasaan buruk menge- jika tidak terkendali, justru dapat menyebabkan terjadi- nai cara berpikir politis tentang hukum. Para sarjana nya destabilisasi dan disharmoni dalam diskursus publik hukum sering berpikir mengenai apa yang ia inginkan public discourse yang pada gilirannya menyebabkan dengan suatu ketentuan hukum, bukan apa yang diingin- semakin kacaunya tertib hukum nasional kita. kan oleh perumusan norma hukum itu sendiri. Orang sering terjebak dalam keinginannya sendiri mengenai Dalam memahami ketentuan undang-undang da- apa yang semestinya diatur, bukan apa yang dikehendaki sar, para sarjana hukum kita juga terbiasa dengan cara oleh peraturan itu sendiri. Para sarjana hukum kita cen- berpikir demikian. Orang tidak berusaha memahami apa derung bersikap sebagai politisi hukum daripada bersi- yang terkandung di dalam UUD 1945, melainkan meng- ajukan pikirannya sendiri yang seharusnya ada dalam -3- UUD 1945. Pikiran dan harapannya itulah yang dijadikan 4Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II bahan dalam memahami apa yang diatur dalam pasal- pasal UUD 1945. Akibatnya, yang berkembang di antara bondstaat, dan negara konfederasi confederation. para ahli hukum bukanlah pengertian-pengertian yang Sekarang kita menyaksikan terbentuknya wadah Uni terkandung di dalam rumusan-rumusan naskah UUD Eropa European Union di antara negara-negara Eropa 1945, melainkan apa yang mereka setuju atau yang mere- Bersatu yang dari waktu ke waktu terus menguat derajat ka ingin untuk dirumuskan dalam naskah UUD 1945 itu. integrasinya menjadi suatu komunitas kenegaraan yang sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu Hal inilah sebenarnya yang membedakan seorang dari ketiga bentuk susunan organisasi negara tersebut di ilmuwan hukum dari seorang politisi hukum. Norma hu- atas. Oleh sebab itu, sangat banyak fenomena baru yang kum bagi jurist dan ilmuwan hukum adalah apa adanya harus dipelajari dengan intensif oleh para mahasiswa hu- das sein, sedangkan bagi para politisi hukum merupa- kum yang menaruh minat kepada teori-teori mutakhir kan norma yang seharusnya das sollen. Para jurist tentang hukum tata negara pada umumnya. lebih mengutamakan norma hukum yang mengikat atau ius constitutum, sedangkan para politisi hukum lebih Kelima, sebagai akibat dari gelombang globalisasi menekankan ius constituendum atau hukum yang dicita- ekonomi dan kebudayaan umat manusia, meluas pula citakan. Kebiasaan demikian itu pada gilirannya dapat hubungan saling pengaruh mempengaruhi mengenai semakin mempersulit upaya kita untuk memasyarakat- pola-pola kehidupan bernegara dan aspek-aspek ketata- kan kesadaran dan menyebarluaskan pengertian-penger- negaraan di berbagai negara, sehingga hukum tata nega- tian baru dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca Per- ra sebagai bidang ilmu pengetahuan juga tidak lagi ter- ubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Perubahan Keem- kungkung dalam ruang-ruang nasionalisme norma pat. konstitusi masing-masing negara. Para mahasiswa hu- kum harus menangkap pula kecenderungan baru dimana Keempat, keadaan dunia dewasa ini juga telah me- hukum tata negara sebagai bidang hukum yang bersifat ngalami perubahan yang sangat pesat dan mendasar, internal suatu negara mulai menyatu atau setidaknya apabila dibandingkan dengan keadaan di masa-masa lalu saling pengaruh mempengaruhi dengan bidang kajian pada abad ke-20. Kehidupan kenegaraan di seluruh hukum internasional publik. Hukum tata negara meluas dunia dewasa ini juga berubah dengan sangat fundamen- dari sempitnya orientasi selama ini yang hanya bersifat tal sehingga teori-teori dan konsep-konsep hukum yang internal ke arah orientasi eksternal, sehingga ilmu hu- berlaku di masa lalu juga banyak yang menjadi tidak kum tata negara di samping harus dipelajari sebagai bi- relevan lagi dengan kebutuhan zaman sekarang. Demi- dang ilmu hukum tata negara positif, juga harus dipela- kian pula halnya dengan bidang hukum tata negara, jari sebagai bidang ilmu hukum tata negara umum. banyak sekali konsep-konsep baru yang muncul dan pengertian-pengertian lama yang sudah tidak cocok lagi Hukum tata negara positif hanya berkisar kepada untuk dijadikan pegangan ilmiah. norma-norma hukum dasar yang berlaku di satu negara, sedangkan hukum tata negara umum mempelajari juga Misalnya saja, teori mengenai susunan organisasi fenomena hukum tata negara pada umumnya. Hukum negara yang selama berabad-abad dipahami terdiri atas Tata Negara Positif hanya mempelajari hukum yang ber- tiga kemungkinan bentuk, yaitu negara kesatuan unit- laku di Indonesia saja dewasa ini. Tetapi Hukum Tata ary state atau eenheidsstaat, negara serikat atau federal Negara Umum mempelajari gejala-gejala ilmiah hukum -5- 6Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II tata negara pada umumnya. Oleh karena itu, judul yang dipilih untuk buku ini bukanlah “Pengantar Hukum Tata positif yang berlaku di Indonesia, tetapi hal itu bukanlah Negara Indonesia”, melainkan “Pengantar Ilmu Hukum menjadi muatan utamanya. Tata Negara” saja. Pada Jilid I telah diuraikan beberapa aspek pemba- B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN hasan yang berkenaan dengan i disiplin ilmu hukum tata negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan Buku merupakan Jilid II sebagai kelanjutan dari hukum kenegaraan, ii gagasan umum tentang konsti- buku Jilid I yang dimaksudkan sebagai bacaan bagi tusi, iii sumber-sumber hukum tata negara atau the mahasiswa Strata-1 dan para pemula yang ingin menge- laws of the constitution, iv konvensi ketatanegaraan tahui mengenai garis besar ruang lingkup ilmu pengeta- atau the conventions of the constitution, dan v metode- huan hukum yang dinamakan ilmu Hukum Tata Negara. metode penafsiran yang dikenal dalam hukum tata nega- Dari judul ini, pertama dapat diketahui bahwa buku ini ra; dan vi berbagai aspek mengenai praktik hukum tata hanyalah merupakan bagian pengantar untuk pengkajian negara. yang lebih mendalam mengenai ilmu hukum tata negara. Artinya, yang dibahas dalam buku ini barulah kulit atau Pada Jilid II ini akan dibahas masalah i organ dan hal-hal yang belum merupakan substansi pokok ilmu fungsi kekuasaan negara; ii hak asasi manusia dan hukum tata negara itu. Misalnya, di sini belum dibahas masalah kewarganegaraan; serta iii partai politik dan mengenai prinsip-prinsip dasar dalam hukum tata nega- pemilihan umum. Pembahasan masalah-masalah terse- ra seperti konsep pembatasan kekuasaan dan implikasi- but dilakukan secara umum dengan perspektif teoritis. nya terhadap struktur kekuasaan yang biasanya dibagi dalam cabang-cabang legislatif, eksekutif, dan yudisial. C. PENDEKATAN PEMBAHASAN Buku ini benar-benar baru bersifat pengantar ke arah studi yang lebih mendalam mengenai materi ilmu hukum Dalam menyusun buku ini, penulis sangat menya- tata negara itu. dari bahwa banyak buku-buku teks yang biasa dipakai sehari-hari sebagai buku wajib oleh mahasiswa dan do- Kedua, dalam judul ini, juga tergambar bahwa isi sen hukum di tanah air kita, banyak yang sudah keting- buku ini merupakan pengantar terhadap kajian ilmu hu- galan atau obsolete. Akan tetapi, saya sendiri tidak ber- kum tata negara yang bersifat umum, yang tidak hanya maksud meniadakan atau menafikan sumbangan yang terbatas kepada hukum tata negara positif, dalam arti telah diberikan oleh buku-buku tersebut sebelumnya. hukum tata negara Indonesia yang dewasa ini sedang Buku-buku lama itu menurut saya masih tetap berguna berlaku. Oleh karena itu, lingkup pembahasan dalam dan bagi mereka yang memilikinya masih tetap dapat buku ini bersifat mengantarkan studi yang lebih luas dan menggunakannya sebagai bahan perbandingan. mendalam mengenai berbagai aspek hukum tata negara sebagai bidang ilmu pengetahuan hukum. Di dalamnya Misalnya saja, di lingkungan Fakultas Hukum Uni- dapat saja tercakup pula aspek-aspek hukum tata negara versitas Indonesia, buku karya Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim keduanya sudah almarhum dengan -7- judul “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia” masih terus dipakai sebagai buku pegangan mahasiswa sampai sekarang. Isinya jelas sudah sangat banyak ketinggalan, 8Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II tetapi tetap penting untuk dijadikan pegangan bagi do- sen dan mahasiswa. Bahkan, oleh sebab itu, buku ini juga 10 ditulis dengan berpatokan pada apa yang ditulis oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim tersebut. Dengan demikian, buku teks yang lama ini tidak perlu seluruhnya dihapuskan, karena banyak bagian yang masih tetap da- pat dipakai sampai sekarang. Hanya saja, jika buku teks lama ini dibaca tanpa di- lengkapi dengan buku baru, pemahaman pembacanya dapat tergelincir kepada kesalahan fatal. Banyak sekali pengertian-pengertian baru yang telah berubah secara fundamental baik karena pengaruh perubahan global, nasional, regional, maupun perubahan yang bersifat lo- kal. Semua itu memerlukan keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan baru yang hanya dapat dibaca dalam buku-buku yang baru pula. Di samping itu, pembahasan dalam buku ini tidak dilakukan semata-mata secara normatif ataupun menu- rut peraturan hukum positif, melainkan melalui deskrip- tif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendeskripsi- an pendapat ahli mengenai persoalan yang dibahas de- ngan contoh-contoh yang dipraktikkan di berbagai nega- ra. Baru setelah itu, pembahasan dikaitkan pula dengan pengalaman praktik ketatanegaraan di Indonesia. -9-Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II BAB II ORGAN DAN FUNGSI hendak pribadi sang raja atau ratu tersebut tanpa adanya KEKUASAAN NEGARA kontrol yang jelas agar kekuasaan itu tidak menindas atau meniadakan hak-hak dan kebebasan rakyat. A. PEBATASAN KEKUASAAN Bahkan, ketika kekuasaan Raja itu berhimpit pula 1. Fungsi-Fungsi Kekuasaan dengan paham teokrasi yang menggunakan prinsip ke- daulatan Tuhan, maka doktrin kekuasaan para raja ber- Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa kembang menjadi semakin absolut. Suara dan kehendak Inggris disebut the rule of law atau dalam bahasa Belan- raja identik dengan suara dan kehendak Tuhan yang ab- da dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri solut dan tak terbantahkan. Dalam sejarah, kekuasaan pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasa- Tuhan yang menyatu dalam kemutlakan kekuasaan Raja an negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum ini dapat ditemukan dalam semua peradaban umat ma- yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusi- nusia, mulai dari peradaban Mesir, peradaban Yunani onalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hu- dan Romawi kuno, peradaban Cina, India, serta pengala- kum juga disebut sebagai negara konstitusional atau man bangsa Eropa sendiri di sepanjang sejarah masa lalu constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh hingga munculnya gerakan sekularisme yang memisah- konstitusi. Dalam konteks yang sama, gagasan negara kan secara tegas antara kekuasaan negara dan kekuasaan demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan gereja. istilah constitutional democracy yang dihubungkan dengan pengertian negara demokrasi yang berdasarkan Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadap atas hukum. kekuasaan itu tidak berhenti hanya dengan munculnya gerakan pemisahan antara kekuasaan raja dan kekuasa- Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kon- an pendeta serta pimpinan gereja. Upaya pembatasan tinental yang biasa disebut rechtsstaat, terdapat elemen kekuasaan juga dilakukan dengan mengadakan pola-pola pembatasan kekuasaan sebagai salah satu ciri pokok pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara Ide pembatasan kekuasaan itu dianggap negara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaan mutlak harus ada, karena sebelumnya semua fungsi dan pemisahaan kekuasaan negara ke dalam beberapa kekuasaan negara terpusat dan terkonsentrasi di tangan fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yang satu orang, yaitu di tangan Raja atau Ratu yang memim- dapat dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalam pin negara secara turun temurun. Bagaimana kekuasaan mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itu negara itu dikelola sepenuhnya tergantung kepada ke- adalah Montesquieu2 dengan teori trias politica-nya,3 yaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan 1 Mengenai rechtsstaat, lihat dan cermati beberapa tulisan para pakar dalam eksekutif atau administratif, dan cabang kekuasaan yudi- Sri Soemantri, dkk, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik sial. Indonesia 30 Tahun Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 1993. 2 Nama lengkap Montesquieu yang sebenarnya adalah Charles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu. - 11 - 3 Lihat Montesquieu, The Spirit of Laws, 2nd edition, Hafner, 1949. 12Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Menurut Montesquieu, dalam bukunya “L’Esprit des Lois” 1748, yang mengikuti jalan pikiran John itu terkait dengan fungsi pelaksanaan hukum. Tetapi Locke, membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang, bagi Montesquieu, fungsi pertahanan defence dan hu- yaitu i kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang- bungan luar negerilah diplomasi yang termasuk ke undang, ii kekuasan eksekutif yang melaksanakan, dan dalam fungsi eksekutif, sehingga tidak perlu disebut iii kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. Dari tersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieu klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian keku- adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman. asaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif the legislative function, eksekutif the executive or ad- Mirip dengan itu, sarjana Belanda, van Vollenhoven ministrative function, dan yudisial the judicial func- membagi fungsi kekuasaan juga dalam 4 empat fungsi, tion.4 yang kemudian biasa disebut dengan “catur praja”, yaitu 1 Regeling pengaturan yang kurang lebih identik de- Sebelumnya, John Locke juga membagi kekuasaan negara dalam 3 tiga fungsi, tetapi berbeda isinya. Me- ngan fungsi legislatif menurut Montesquieu; nurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu 2 Bestuur yang identik dengan fungsi pemerintahan meliputi 1 Fungsi Legislatif; eksekutif; 2 Fungsi Eksekutif; 3 Rechtspraak peradilan; dan 3 Fungsi Federatif. 4 Politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat ke- menjaga ketertiban dalam masyarakat social order dua sarjana itu nampaknya mirip. Tetapi dalam bidang dan peri kehidupan bernegara. yang ketiga, pendapat mereka berbeda. John Locke mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de Di samping itu, dalam studi ilmu administrasi pu- Montesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakim- blik atau public administration dikenal pula adanya teori an yudisial. Montesquieu lebih melihat pembagian atau yang membagi kekuasaan ke dalam dua fungsi saja. pemisahan kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia Kedua fungsi itu adalah i fungsi pembuatan kebijakan setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih meli- policy making function, dan ii fungsi pelaksanaan hatnya dari segi hubungan ke dalam dan keluar dengan kebijakan policy executing function. Semua usaha negara-negara lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsi membagi dan membedakan serta bahkan memisah-mi- defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbukti sahkan fungsi-fungsi kekuasaan itu ke dalam beberapa gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah cabang, pada pokoknya adalah dalam rangka membatasi fungsi federatif. Sedangkan, fungsi yudisial bagi Locke kekuasaan itu sendiri sehingga tidak menjadi sumber cukup dimasukkan ke dalam kategori fungsi legislatif, ya- kesewenang-wenangan. 4 O. Hood Phillips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, Constitutional and 2. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan Administrative Law, London Sweet & Maxwell, 2001, hal. 10-11. Seperti diuraikan di atas, persoalan pembatasan ke- - 13 - kuasaan limitation of power berkaitan erat dengan te- ori pemisahan kekuasaan separation of power dan te- ori pembagian kekuasaan division of power atau distri- 14Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II bution of power. Pada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaan separation of power5 atau pembagian keku- yudikatif hanya dilakukan oleh cabang kekuasaan asaan dianggap berasal dari Montesquieu dengan trias yudisial. Sehingga pada intinya, satu organ hanya dapat politica-nya. Namun dalam perkembangannya, banyak memiliki satu fungsi, atau sebaliknya satu fungsi hanya versi yang biasa dipakai oleh para ahli berkaitan dengan dapat dijalankan oleh satu organ. peristilahan pemisahan dan pembagian kekuasaan ini. Menurut Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Sebenarnya, konsep awal mengenai hal ini dapat Lois 1748 yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa ditelusuri kembali dalam tulisan John Locke, “Second Inggris dengan “The Spirit of Laws”7 Treaties of Civil Government” 1690 yang berpendapat bahwa kekuasaan untuk menetapkan aturan hukum “When the legislative and executive powers are united tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang menerap- in the same person, or in the same body of magistrate, kannya. Oleh sarjana hukum Perancis, Baron de Montes- there can be no liberty; because apprehensions may quieu 1689-1755, yang menulis berdasarkan hasil pe- arise, lest the same monarch or senate should enact nelitiannya terhadap sistim konstitusi Inggris, pemikiran tyrannical laws, to execute them in a tyrannical John Locke itu diteruskannya dengan mengembangkan manner.” konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara dalam 3 tiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, ekse- “Again, there is no liberty, if the judiciary power be not kutif, dan Pandangan Montesquieu inilah separated from the legislative and executive. Were it yang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of joined with the legislative, the life and liberty of the power di zaman sesudahnya. subject would be exposed to arbitrary control; for the judge would be then the legislator. Were it joined to the Istilah “pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indo- executive power, the judge might behave with violence nesia merupakan terjemahan perkataan separation of and oppression”. power berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangan Montesquieu, harus “There would be an end of everything, were the same dibedakan dan dipisahkan secara struktural dalam man or the same body, whether of the nobles or of the organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan ma- people, to exercise those three powers, that of enacting sing-masing. Kekuasaan legislatif hanya dilakukan oleh laws, that of executing the public resolutions, and of lembaga legislatif, kekuasaan eksekutif hanya dilakukan trying the causes of individuals”. 8 oleh lembaga eksekutif, dan demikian pula kekuasaan Tujuh belas tahun sesudah Montesquieu menulis 5 Lihat dan bandingkan Glyn, The Meaning of the Separation of hal yang demikian, seorang sarjana hukum Inggris, Powers 1965; Vile, Constitutionalism and the Separation of Powers Blackstone, juga mengemukakan pandangan yang seru- 1967; G. Marshall, Constitutional Theory 1971; Colin Munro,”The Sepa- pa. Menurutnya ration of Powers” 1981 dalam Munro, Studies in Constitutional Law, London Butterwoths Law, hal. 295-307. “In all tyrannical governments, the supreme magis- 6 Michael T. Molan, Constitutional Law Machinery of Government, 4th tracy, or the right both of making and of enforcing the edition, London Old Bailey Press, 2003, hal. 63-64. laws, is vested in one and the same man, or one and the - 15 - 7 Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “The Spirit of Laws”. Lihat Montesquieu, Op Cit. 8 Ibid., XI, Chapter VI. 16Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II same body of men; and wherever these two powers are united together, there can be no public liberty. The Banyak sekali pro dan kontra yang timbul di kala- magistrate may enact tyrannical laws, and execute ngan para sarjana mengenai pandangan Montesquieu di them in a tyrannical manner, since he is possessed in lapangan ilmu politik dan Oleh karena itu, quality of dispenser of justice with all the power which dengan menyadari banyaknya kritik terhadap teori trias he as legislator thinks proper to give himself. ... Were it politica Monstesquieu, para ahli hukum di Indonesia se- the judicial power joined with the legislative, the life, ringkali menarik kesimpulan seakan-akan istilah pemi- liberty, and property of the subject would be in the sahan kekuasaan separation of power yang dipakai hands of arbitrary judges, whose decisions would be oleh Montesquieu itu sendiri pun tidak dapat dipergu- then regulated only by their own opinions, and not by nakan. Kesimpulan demikian terjadi, karena penggunaan any fundamental principles of law; which, though istilah pemisahan kekuasaan itu biasanya diidentikkan legislators may depart from, yet judges are bound to dengan teori trias politica Montesquieu, dan seolah-olah observe. Were it joined with the executive, this union istilah pemisahan kekuasaan itu hanya dipakai oleh might soon be an overbalance for the legislative”.9 Montesquieu. Padahal, istilah pemisahan kekuasaan itu sendiri konsep yang bersifat umum, seperti halnya kon- Pada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaan sep pembagian kekuasaan juga dipakai oleh banyak sar- seperti yang dibayangkan oleh Montesquieu itu, diang- jana dengan pengertian-pengertian yang berbeda-beda gap oleh para ahli sebagai pandangan yang tidak realistis satu dengan yang lain. dan jauh dari kenyataan. Pandangannya itu dianggap oleh para ahli sebagai kekeliruan Montesquieu dalam Sebagai sandingan atas konsep pemisahan keku- memahami sistim ketatanegaraan Inggris yang dijadi- asaan separation of power, para ahli biasa menggu- kannya objek telaah untuk mencapai kesimpulan menge- nakan pula istilah pembagian kekuasaan sebagai terje- nai trias politica-nya itu dalam bukunya L’Esprit des mahan perkataan division of power atau distribution of Lois 1748. Tidak ada satu negara pun di dunia yang power. Ada pula sarjana yang justru menggunakan sungguh-sungguh mencerminkan gambaran Montes- istilah division of power itu sebagai genus, sedangkan quieu tentang pemisahan kekuasaan separation of po- separation of power merupakan bentuk species-nya. wer demikian itu. Bahkan, struktur dan sistim ketata- Bahkan, misalnya, Arthur Mass membedakan pengertian negaraan Inggris yang ia jadikan objek penelitian dalam pembagian kekuasaan division of power tersebut ke menyelesaikan bukunya itu juga tidak menganut sistim dalam 2 dua pengertian, yaitu i capital division of pemisahan kekuasaan seperti yang ia bayangkan. Oleh power, dan ii territorial division of power. Pengertian beberapa sarjana, Baron de Montesquieu malah dikritik yang pertama bersifat fungsional, sedangkan yang kedua bahwa pandangannya merupakan “an imperfect under- bersifat kewilayahan atau kedaerahan. standing of the eighteenth-century English Constitu- tion”.10 11 Lihat misalnya ulasan Sabine mengenai kontroversi ini dalam A 9 Commentaries on the Laws of England, volume 1, 1765, hal. 146-269. History of Political Theory, New York Holt, Rinehart and Winston, 10 Phillips, Jackson, and Leopold, op. cit., hal. 12. 1961, hal. 559; Lihat juga John Alder and Peter English, Constitutional and - 17 - Administrative Law, London Macmillan, 1989, hal. 53-54. 18Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Kadang-kadang istilah separation of power diiden- tikkan pula dengan istilah distribution of power atau terakhir inilah yang disebut oleh Arthur Mass sebagai setidaknya dipakai sebagai penjelasan atas kata separa- capital division of power. tion of power. Misalnya, O. Hood Phillips dan kawan- kawan menyatakan12 Dengan demikian, dapat dibedakan penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam “The question whether the separation of power the dua konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan distribution of the various powers of government kekuasaan yang bersifat horizontal atau vertikal. Dalam among different organs, in so far as is praticable, is konteks yang vertikal, pemisahan kekuasaan atau pem- desirable, and if so to what extent, is a problem of bagian kekuasaan itu dimaksudkan untuk membedakan political theory and must be distinguished from the antara kekuasaan pemerintahan atasan dan kekuasaan question which alone concerns the constitutional law- pemerintahan bawahan, yaitu dalam hubungan antara yer, namely, whether and to what extent such a pemerintahan federal dan negara bagian dalam negara separation actually in any given constitution”. federal federal state, atau antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi dalam negara kesatuan Separation of power diartikan oleh O. Hood unitary state. Perspektif vertikal versus horizontal ini Phillips dan yang lainnya sebagai the distribution of the juga dapat dipakai untuk membedakan antara konsep various powers of government among different organs. pembagian kekuasaan division of power yang dianut di Dengan perkataan lain, kata separation of power diiden- Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, yaitu bahwa tikkan dengan distribution of power. kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dianggap berada di tangan rakyat dan dijelmakan dalam Majelis Permusya- Oleh karena itu, istilah-istilah separation of po- waratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara. Sistem wers, division of powers, distribution of powers, dan yang dianut oleh UUD 1945 sebelum perubahan itu dapat demikian pula istilah-istilah pemisahan kekuasaan dan dianggap sebagai pembagian kekuasaan division of pembagian kekuasaan, sebenarnya mempunyai arti yang power dalam konteks pengertian yang bersifat vertikal. sama saja, tergantung konteks pengertian yang dianut. Sedangkan sekarang, setelah Perubahan Keempat, sistem Misalnya, dalam konstitusi Amerika Serikat, kedua isti- yang dianut oleh UUD 1945 adalah sistim pemisahan ke- lah separation of power dan division of power juga kuasaan separation of power berdasarkan prinsip sama-sama digunakan. Hanya saja, istilah division of checks and balances. power itu digunakan dalam konteks pembagian kekuasa- an antara federal dan negara bagian, atau yang menurut Oleh sebab itu, istilah division of power, distri- pengertian Arthus Mass yang terkait dengan pengertian bution of power, dan separation of power sebenarnya territorial division of powers. Sedangkan, istilah separa- dapat saja dipertukarkan maknanya satu sama lain. tion of powers dipakai dalam konteks pembagian keku- Misalnya, Arthur Mass menggunakan istilah division of asaan di tingkat pemerintahan federal, yaitu antara legis- power sebagai genus yang terbagi menjadi capital lature, the executive, dan judiciary. Pembagian yang division of power dan territorial division of power. Se- perti juga dinyatakan oleh John Alder, “There are 12 Phillips, Jackson, and Leopold, op. cit. several aspects of the separation of powers doctrine - 19 - 20Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II which are not entirely consistent”.13 Namun demikian, istilah pemisahan kekuasaan separation of powers itu pemerintahan parlemen, hal ini tidak diterapkan secara sendiri sudah biasa digunakan di kalangan para ahli, konsisten. Para menteri pemerintahan kabinet di Inggris tidak saja dalam pengertian yang mutlak seperti dalam justru dipersyaratkan harus berasal dari mereka yang du- pandangan Montesquieu, tetapi mencakup pula penger- duk sebagai anggota parlemen. tian-pengertian baru yang berkembang dalam praktik selama abad ke-20 yang sedikit banyak mencakup juga Ketiga, doktrin pemisahan kekuasaan juga menen- pengertian-pengertian yang kadang-kadang terdapat tukan bahwa masing-masing organ tidak boleh turut pula istilah division of powers ataupun distribution of campur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan or- powers. gan yang lain. Dengan demikian, independensi masing- masing cabang kekuasaan dapat terjamin dengan sebaik- Untuk membatasi pengertian separation of powers baiknya. Keempat, dalam doktrin pemisahan kekuasaan itu, dalam bukunya Constitutional Theory,14 G. Marshall itu, yang juga dianggap paling penting adalah adanya membedakan ciri-ciri doktrin pemisahan kekuasaan prinsip checks and balances, di mana setiap cabang separation of powers itu ke dalam 5 lima aspek, mengendalikan dan mengimbangi kekuatan cabang-ca- yaitu bang kekuasaan yang lain. Dengan adanya perimbangan 1 differentiation; yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan tidak 2 legal incompatibility of office holding; terjadi penyalahgunaan kekuasaan di masing-masing or- 3 isolation, immunity, independence; gan yang bersifat independen itu. Kemudian yang ter- 4 checks and balances; akhir, kelima, adalah prinsip koordinasi dan kesedera- 5 co-ordinate status and lack of accountability. jatan, yaitu semua organ atau lembaga tinggi negara yang menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan yudi- Pertama, doktrin pemisahan kekuasaan separa- sial mempunyai kedudukan yang sederajat dan mem- tion of powers itu bersifat membedakan fungsi-fungsi punyai hubungan yang bersifat co-ordinatif, tidak bersi- kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. Legislator fat sub-ordinatif satu dengan yang membuat aturan, eksekutor melaksanakannya, sedang- kan pengadilan menilai konflik atau perselisihan yang Dalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, isti- terjadi dalam pelaksanaan aturan itu dan menerapkan lah “pemisahan kekuasaan” separation of power itu norma aturan itu untuk menyelesaikan konflik atau sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Mon- perselisihan. Kedua, doktrin pemisahan kekuasaan tesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan menghendaki orang yang menduduki jabatan di lembaga tersebut dibedakan secara diametral dari konsep pemba- legislatif tidak boleh merangkap pada jabatan di luar ca- gian kekuasaan division of power yang dikaitkan de- bang legislatif. Meskipun demikian, dalam praktik sistem ngan sis-tim supremasi MPR yang secara mutlak meno- lak ide pemisahan kekuasaan ala trias politica Mon- 13 Alder and English, Op Cit., hal. 56. tesquieu. Dalam sidang-sidang BPUPKI pada tahun 14 G. Marshall, Constitutional Theory, Clarendon Oxford University Press, 1971, chapter 5. 15 Alder and English, op. cit., hal. 57-59. - 21 - 22Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II 1945,16 Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti paham hakim dianggap hanya dapat menerapkan undang- pemisahan kekuasaan ala Montesquieu, melainkan undang dan tidak boleh menilai undang-undang; menganut sistim pembagian 3 Diakuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat itu tidak hanya terbatas pada MPR, melainkan semua Namun demikian, sekarang setelah UUD 1945 me- lembaga negara baik secara langsung atau tidak lang- ngalami empat kali perubahan, dapat dikatakan bahwa sung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat. Pre- sistim konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan siden, anggota DPR, dan DPD sama-sama dipilih se- kekuasaan itu secara Beberapa bukti mengenai cara langsung oleh rakyat dan karena itu sama-sama hal ini antara lain adalah merupakan pelaksana langsung prinsip kedaulatan 1 Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan rakyat; 4 Dengan demikian, MPR juga tidak lagi berstatus Presiden ke DPR. Bandingkan saja antara ketentuan sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan meru- Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 sebelum perubahan pakan lembaga tinggi negara yang sama derajatnya dengan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUD dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, 1945 setelah perubahan. Kekuasaan untuk mem- seperti Presiden, DPR, DPD, MK, dan MA; bentuk undang-undang yang sebelumnya berada di 5 Hubungan-hubungan antar lembaga tinggi negara tangan Presiden, sekarang beralih ke Dewan Perwa- itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain se- kilan Rakyat; suai dengan prinsip checks and balances. 2 Diadopsikannya sistim pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mah- Dari kelima ciri tersebut di atas, dapat diketahui kamah Sebelumnya tidak dikenal ada- bahwa UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan menganut nya mekanisme semacam itu, karena pada pokoknya prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, undang-undang tidak dapat diganggu gugat di mana tetapi juga tidak menganut paham trias politica Montes- quieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan legis- 16 Lihat risalah sidang BPUPKI dalam Saefroedin Bahar, dkk. Ed., Risalah latif, eksekutif, dan yudisial secara mutlak dan tanpa Sidang BPUPKI-PPKI, Jakarta Sekretariat Negara Republik Indonesia, diiringi oleh hubungan saling mengendalikan satu sama 1992, hal. 137-290 Sidang BPUPKI dan hal. 292-324 Sidang PPKI. lain. Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut 17Hal ini tergambar, misalnya, dalam pernyataan Soepomo ketika menyam- oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistim paikan penolakannya atas ide Muhammad Yamin yang mengusulkan agar pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and kepada Balai Agung, nama semula Mahkamah Agung, diberi kewenangan balances. Kalaupun istilah pemisahan kekuasaan untuk membanding undang-undang atau yang sekarang kita kenal dengan separation of power itu hendak dihindari, sebenarnya, istilah pengujian undang-undang. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh kita dapat saja menggunakan istilah pembagian ke- Soepomo ketika itu adalah karena UUD 1945 tidak menganut paham pemi- kuasaan division of power seperti yang dipakai oleh sahan kekuasaan berdasarkan prinsip trias politica Monstesquieu. Arthur Mass, yaitu capital division of power untuk pe- 18 Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, ngertian yang bersifat horizontal, dan territorial division Konpress, Jakarta, 2005. of power untuk pengertian yang bersifat vertikal. 19 Lihat Pasal 24C UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahka- mah Konstitusi, LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLN-RI Nomor 4316. 24 - 23 -Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Akan tetapi, perlu dicatat bahwa mengenai istilah “pembagian” itu telah dipergunakan oleh Pasal 18 ayat Untuk mengatasi hal itu, maka ketika rancangan 1 UUD 1945 untuk pengertian pembagian dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dibahas pada tahun 2000, konteks pengertian yang bersifat vertikal atau territorial ketentuan Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 tersebut dengan division of power. Pasal 18 ayat 1 tersebut berbunyi sengaja menggunakan istilah “... dibagi atas daerah- daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota...”. Dengan penggunaan istilah ini, daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi ingin ditegaskan bahwa hubungan antara pusat dan atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, daerah, dan antara provinsi dan kabupaten/kota kembali kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan dae- bersifat hierarkis vertikal. Dengan demikian, UUD 1945 rah yang diatur dengan undang-undang”. secara sadar menggunakan istilah “pembagian” itu dalam konteks pengertiannya yang bersifat vertikal, sehingga Artinya, dalam wadah NKRI terdapat provinsi-pro- konsep pembagian kekuasaan division of power harus- vinsi yang merupakan daerah-daerah bagiannya, dan di lah diartikan sebagai pembagian dalam konteks penger- tiap-tiap daerah provinsi terdapat pula kabupaten-kabu- tian yang bersifat vertikal pula. paten dan kota yang merupakan daerah-daerah bagian dari provinsi-provinsi tersebut. Adanya konsep daerah Oleh karena itu, maka untuk pengertian pembagian bagian ini terkait erat dengan kekecewaan umum terha- kekuasaan dalam konteks pengertian yang bersifat hori- dap penerapan ketentuan Undang-undang Nomor 22 zontal atau seperti yang diartikan oleh Arthur Mass de- Tahun 199920 yang menganggap pola hubungan antar ngan capital division of power, haruslah diartikan seba- pemerintahan pusat dan provinsi serta kabupaten/kota gai pemisahan kekuasaan separation of power, meski- di seluruh Indonesia sebagai hubungan yang tidak pun bukan dalam pengertian trias politica Montesquieu. hierarkis, melainkan bersifat horizontal. Ekses-ekses Dengan perkataan lain, saya menganjurkan orang tidak yang timbul sebagai akibat ketentuan Undang-undang perlu ragu-ragu menggunakan istilah pemisahan keku- Nomor 22 Tahun 1999 yang demikian itu, menyebabkan asaan berdasarkan prinsip checks and balances untuk banyaknya Bupati dan Walikota yang seolah-olah tidak menyebut sistim yang dianut oleh UUD 1945 pasca Per- mau tunduk di bawah koordinasi Gubernur selaku ubahan Keempat, asalkan tidak dipahami dalam konteks Kepala Pemerintah Daerah pengertian trias politica Montesquieu. 20 Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 3. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Tahun 1999, LN No. 60 Tahun 1999, TLN No. 3839. 21 Dikarenakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Peme- Di samping terkait dengan persoalan pemisahan rintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketata ne- kekuasaan separation of power dan pembagian keku- garaan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka Undang-undang asaan division of power, pembatasan kekuasaan juga tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang dikaitkan dengan desentralisasi dan dekonsentrasi keku- Pemerintahan Daerah. Lihat Indonesia, Undang-undang tentang Pemerin- asaan. Menurut Hoogerwarf, desentralisasi merupakan tahan Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, LN Nomor 125 Tahun 2004, pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan- TLN Nomor 4437. badan publik yang lebih tinggi kepada badan-badan - 25 - 26Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II publik yang lebih rendah kedudukannya untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri meng- pahan kekuasaan di bidang perundang-undangan dan di ambil keputusan di bidang pengaturan regelendaad bidang pemerintahan regelende en besturende bevoeg- dan di bidang pemerintahan bestuursdaad. heiden kepada unit-unit pemerintahan daerah otonom. Sementara itu, menurut Dennis A. Rondinelli, John Namun, secara umum, pengertian desentralisasi itu R. Nellis, dan G. Shabbir Cheema mengatakan sendiri biasanya dibedakan dalam 3 tiga pengertian, yaitu “Decentralization is the transfer of planning, decision 1 Desentralisasi dalam arti dekonsentrasi; making, or administrative authority from the central 2 Desentralisasi dalam arti pendelegasian kewenangan; government to its field organizations, local govern- 3 Desentralisasi dalam arti devolusi atau penyerahan ment, or non-gevernmental organizations”.22 fungsi dan kewenangan; Menurut ketiga sarjana ini, desentralisasi merupa- kan pembentukan atau penguatan unit-unit pemerintah- Desentralisasi dalam pengertian dekonsentrasi an “sub-nasional” yang kegiatannya secara substansial merupakan pelimpahan beban tugas atau beban kerja berada di luar jangkauan kendali pemerintahan pusat dari pemerintah pusat kepada wakil pemerintah pusat di the creation or strengthening of sub-national units of daerah tanpa diikuti oleh pelimpahan kewenangan untuk government, the activities of which are substantially mengambil keputusan. Sebaliknya, desentralisasi dalam outside the direct control of central government. arti pendelegasian kewenangan transfer of authority berisi penyerahan kekuasaan untuk mengambil keputus- Jika dikelompokkan, desentralisasi itu dapat dibe- an dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dakan ke dalam 2 dua kelompok besar, yaitu i de- atau unit organisasi pemerintahan daerah yang berada di konsentrasi yang merupakan ambtelijke decentralisatie luar jangkauan kendali pemerintah pusat. Sementara itu, atau desentralisasi administratif, dan ii desentralisasi desentralisasi dalam arti devolusi merupakan penyerah- politik atau staatskundige decentralisatie. Dalam an fungsi pemerintahan dan kewenangan pusat kepada hubungannya dengan bidang kajian hukum administrasi pemerintahan daerah. Dengan penyerahan itu, pemerin- negara dan hukum tata negara, desentralisasi adminis- tah daerah menjadi otonom dan tanpa dikontrol oleh tratif itu dapat kita namakan sebagai desentralisasi pemerintah pusat yang telah menyerahkan hal itu kepada ketatausahanegaraan, sedangkan staatskundige decen- daerah. tralisatie merupakan desentralisasi ketatanegaraan. Dalam ambtelijke decentralisatie, terjadi pelimpahan ke- Pada hakikatnya, desentralisasi itu sendiri dapat di- kuasaan dari alat perlengkapan negara tingkat atas ke- bedakan dari segi karakteristiknya, yaitu pada alat perlengkapan negara tingkat bawahannya guna 1 Desentralisasi teritorial territorial decentralization, melancarkan pelaksanaan tugas pemerintahan. Sedang- kan, dalam staatskundige decentralisatie terjadi pelim- yaitu penyerahan urusan pemerintahan atau pelim- pahan wewenang untuk menyelenggarakan suatu 22 Krishna D. Darumurti, Umbu Rauta, Otonomi Daerah Perkembangan urusan pemerintahan dari pemerintah yang lebih Pemikiran, Pengaturan dan Pelaksanaan, Bandung Citra Aditya Bakti, tinggi kepada unit organisasi pemerintah yang lebih 2003, hal. 47. rendah berdasarkan aspek kewilayahan; - 27 - 28Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II 2 Desentralisasi fungsional functional decentra- lization, yaitu penyerahan urusan-urusan pemerin- konsentrasi juga diharapkan dapat terwujud fungsi- tahan atau pelimpahan wewenang untuk menyeleng- fungsi kekuasaan negara yang efektif dan efisien, serta garakan suatu urusan pemerintahan dari pemerintah terjaminnya manfaat-manfaat lain yang tidak dapat yang lebih tinggi kepada unit-unit pemerintah yang diharapkan dari sistim pemerintahan yang terlalu ter- lebih rendah berdasarkan aspek tujuannya seperti konsentrasi dan bersifat sentralistis. Subak di Bali; Oleh karena itu, ada beberapa tujuan dan manfaat 3 Desentralisasi politik political decentralization, yang biasa dinisbatkan dengan kebijakan desentralisasi yaitu pelimpahan wewenang yang menimbulkan hak dan dekonsentrasi itu, yaitu untuk mengurus diri kepentingan rumah tangga 1 Dari segi hakikatnya, desentralisasi dapat mencegah sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah yang dipilih oleh rakyat. Ini terkait juga dengan terjadinya penumpukan concentration of power desentralisasi teritorial; dan pemusatan kekuasaan centralised power yang dapat menimbulkan tirani; 4 Desentralisasi budaya cultural decentralization, 2 Dari sudut politik, desentralisasi merupakan wahana yaitu pemberian hak kepada golongan-golongan ter- untuk pendemokratisasian kegiatan pemerintahan; tentu untuk menyelenggarakan kegiatan kebudaya- 3 Dari segi teknis organisatoris, desentrali-sasi dapat annya sendiri. Misalnya, kegiatan pendidikan oleh menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efi- kedutaan besar negara asing, otonomi nagari dalam sien; menyelenggarakan kegiatan kebudayaannya sendiri, 4 Dari segi sosial, desentralisasi dapat membuka dan sebagainya. Dalam hal ini sebenarnya tidak peluang partisipasi dari bawah yang lebih aktif dan termasuk urusan pemerintahan daerah; berkembangnya kaderisasi kepemimpinan yang ber- tanggung jawab karena proses pengambilan kepu- 5 Desentralisasi ekonomi economic decentralization, tusan tersebar di pusat-pusat kekuasaan di seluruh yaitu pelimpahan kewenangan dalam penyelenggara- daerah; an kegiatan ekonomi; 5 Dari sudut budaya, desentralisasi diselenggarakan agar perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkah 6 Desentralisasi administratif administrative decen- kepada kekhususan-kekhususan yang terdapat di da- tralization, yaitu pelimpahan sebagian kewenangan erah, sehingga keanekaragaman budaya dapat ter- kepada alat-alat atau unit pemerintahan sendiri di pelihara dan sekaligus didayagunakan sebagai modal daerah. Pengertiannya identik dengan dekonsentrasi. yang mendorong kemajuan pembangunan dalam bidang-bidang lainnya; Keenam karakteristik desentralisasi tersebut dapat 6 Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, ka- dikaitkan dengan tujuan dan manfaat yang dapat dipe- rena pemerintah daerah dianggap lebih banyak tahu roleh dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi dan dan secara langsung berhubungan dengan kepen- dekonsentrasi yang pada pokoknya merupakan kebijakan tingan di daerah, maka dengan kebijakan desen- yang diperlukan untuk mengatasi kecenderungan terja- tralisasi, pembangunan ekonomi dapat terlaksana de- dinya penumpukan kekuasaan di satu pusat kekuasaan. ngan lebih tepat dan dengan biaya yang lebih murah. Di samping itu, dengan kebijakan desentralisasi dan de- 30 - 29 -Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Kegiatan desentralisasi menurut Cohen dan Peterson dapat dikaitkan dengan sistem sud, iii diurus atau dipimpin oleh pejabat yang dipilih Desentralisasi dapat dilihat sebagai konsep dan sebagai di tingkat lokal, iv berwenang membuat kebijakan dan alat untuk pembangunan yang berkembang sangat dina- peraturan daerah, v berwenang memungut pajak, vi mis dalam teori dan praktik. Oleh karena itu, desen- memiliki kewenangan mengelola anggaran sendiri, peng- tralisasi juga dapat dipahami secara lebih luas melalui gajian, dan sistem keamanan. berbagai pendekatan. Pertama, dari segi historis, konsep dan corak desentralisasi itu sendiri terus berkembang Keenam, dari segi tujuannya, desentralisasi dapat dari waktu ke waktu, sehingga oleh sebab itu, pengertian pula dibedakan untuk tujuan politik, tujuan perhubung- dan pemahaman baku tentang desentralisasi juga terus an, tujuan pasar, dan tujuan administratif. Sedangkan berkembang. Kedua, konsep desentralisasi juga biasa dari segi sifatnya, desentralisasi yang bertujuan adminis- dibedakan dari segi desentralisasi teritorial versus desen- tratif tersebut dapat dibedakan lagi dalam tiga jenis, tralisasi fungsional. Ketiga, desentralisasi juga dapat yaitu i dekonsentrasi, ii devolusi, dan iii delegasi. dilihat dari pendekatan produksi, yaitu fungsi produksi dan penetapan barang dan jasa, serta pengiriman barang B. CABANG KEKUATAN LEGISLATIF dan jasa. 1. Fungsi Pengaturan Legislasi Namun, keempat, menurut Berkeley, desentralisasi itu dapat dibedakan dalam 8 delapan bentuk. Kede- Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang keku- lapan bentuk desentralisasi itu adalah i devolusi, ii asaan yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan devolusi fungsional, iii organisasi permasalahan, iv rakyat. Kegiatan bernegara, pertama-tama adalah untuk dekonsentrasi prefectoral, v dekonsentrasi ministerial, mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu, kewe- vi delegasi kepada unit-unit otonom, vii keder- nangan untuk menetapkan peraturan itu pertama-tama mawanan, viii marketisasi. Di samping itu, kelima, harus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau desentralisasi juga dipandang tidak hanya sekedar parlemen atau lembaga legislatif. Ada tiga hal penting memindahkan tanggung jawab, kekuasaan personil, dan yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui par- resources. Lebih dari itu, dengan desentralisasi, unit-unit lemen, yaitu i pengaturan yang dapat mengurangi hak pemerintahan di daerah i dibentuk oleh badan per- dan kebebasan warga negara, ii pengaturan yang dapat wakilan rakyat sehingga menjadi legal unit tersendiri di membebani harta kekayaan warga negara, dan iii peng- depan pengadilan, ii berada dalam wilayah tertentu de- aturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penye- ngan unsur masyarakatnya didukung oleh kebersamaan lenggara negara. Pengaturan mengenai ketiga hal terse- dan kesadaran akan adanya unit pemerintahan dimak- but hanya dapat dilakukan atas persetujuan dari warga negara sendiri, yaitu melalui perantaraan wakil-wakil 23 Lihat GTZ, “Pegangan Memahami Desentralisasi Beberapa Pengertian mereka di parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat. tentang Desentralisasi”, terjemahan Decentralization A Sampling of Defini- tions, cet-1, Yogyakarta Pembaharuan, 2004, hal. 8. Oleh karena itu, yang biasa disebut sebagai fungsi pertama lembaga perwakilan rakyat adalah fungsi legis- - 31 - lasi atau pengaturan. Fungsi pengaturan regelende functie ini berkenaan dengan kewenangan untuk me- nentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan 32Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. Sehingga, kewenangan ini utamanya hanya dapat dila- atau otonomi, meskipun tidak diperintah oleh undang- kukan sepanjang rakyat sendiri menyetujui untuk diikat undang. dengan norma hukum dimaksud. Sebab, cabang keku- asaan yang dianggap berhak mengatur pada dasarnya Selain itu, fungsi legislatif juga menyangkut empat adalah lembaga perwakilan rakyat, maka peraturan yang bentuk kegiatan sebagai berikut paling tinggi di bawah undang-undang dasar haruslah 1 Prakarsa pembuatan undang-undang legislative ini- dibuat dan ditetapkan oleh parlemen dengan persetujuan bersama dengan eksekutif. tiation; 2 Pembahasan rancangan undang-undang law ma- Dalam sistem UUD 1945, peraturan inilah yang di- namakan Undang-undang yang dibentuk oleh DPR atas king process; persetujuan bersama dengan Presiden. Di Amerika Seri- 3 Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-un- kat, Undang-undang itu disebut law atau legislative act, di Belanda disebut wet, sedangkan di Jerman disebut dang law enactment approval; gessetz. Untuk menjalankan semua bentuk undang- 4 Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi undang, wet, gessetz, atau act tersebut, biasanya diper- lukan peraturan pelaksanaan, seperti di Indonesia yaitu atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dengan Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presi- dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya den. Binding decision making on international agree- ment and treaties or other legal binding documents. Selanjutnya, kewenangan pengaturan lebih opera- sional itu dianggap berasal dari delegasi kewenangan Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di legislatif dari lembaga perwakilan rakyat, dan karena itu, Indonesia, fungsi legislasi ini biasanya memang dianggap harus ada perintah atau pendelegasian kewenangan yang paling penting. Sejak dulu, lembaga parlemen atau legislative delegation of rule-making power kepada lembaga perwakilan biasa dibedakan dalam tiga fungsi, lembaga eksekutif untuk menentukan pengaturan lebih yaitu a fungsi legislasi, b fungsi pengawasan, dan c lanjut tersebut. Pengecualian terhadap doktrin pende- fungsi anggaran. Pembedaan ini, misalnya, dapat dilihat legasian kewenangan pengaturan yang demikian itu dalam Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan hanya dapat diterima berdasarkan prinsip freijsermessen anggota MPR, DPR, DPR, dan Dalam praktik di yang dikenal dalam hukum administrasi negara, di mana Indonesia, fungsi legislasilah yang dianggap utama, se- pemerintah dengan sendirinya dianggap memiliki kele- dangkan fungsi pengawasan dan penganggaran adalah luasaan untuk bertindak atau bergerak dalam rangka fungsi kedua dan ketiga sesuai dengan urutan penyebu- penyelenggaraan administrasi pemerintahan untuk ke- tannya dalam undang-undang. Padahal, ketiga-tiganya pentingan umum. Dalam hal yang terakhir ini, tanpa sama-sama penting. Bahkan dewasa ini, di seluruh delegasi pun pemerintah dianggap berwenang menetap- penjuru dunia, yang lebih diutamakan justru adalah kan peraturan di bawah undang-undang secara mandiri fungsi pengawasan daripada fungsi legislasi. Hal ini - 33 - 24 Indonesia, Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 22 Tahun 2003, LN Nomor 92 Tahun 2003, TLN Nomor 4310. 34Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II terjadi karena sistim hukum di berbagai negara maju sudah dianggap cukup untuk menjadi pedoman penye- terjerumus ke dalam kecenderungan alamiahnya sendiri lenggaraan negara yang demokratis dan sejahtera, se- untuk menjadi sewenang-wenang. Oleh karena itu, hingga tidak banyak lagi produk hukum baru yang lembaga perwakilan rakyat diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal itu, yaitu i kontrol atas pemerintahan control of executive, ii kontrol atas Di samping itu, perlu ditelaah secara kritis pula pengeluaran control of expenditure, dan iii kontrol mengenai fungsi penganggaran budgeting, apakah atas pemungutan pajak control of taxation. tepat disebut sebagai satu fungsi yang tersendiri. Masa- lahnya, anggaran pendapatan dan belanja negara itu Bahkan, secara teoritis, jika dirinci, fungsi-fungsi dituangkan dalam baju hukum undang-undang, sehingga kontrol atau pengawasan oleh parlemen sebagai lembaga penyusunan anggaran dan belanja negara identik dengan perwakilan rakyat dapat pula dibedakan sebagai berikut pembentukan undang-undang tentang APBN, meskipun 1 Pengawasan terhadap penentuan kebijakan control rancangannya selalu harus datang dari Sementara itu, pelaksanaan APBN itu sendiri harus pula of policy making; diawasi oleh DPR, dan pengawasan itu sendiri termasuk 2 Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kategori fungsi pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, sebenarnya, lebih tepat untuk mengelompokkan control of policy executing; fungsi-fungsi parlemen itu menjadi tiga, yaitu i peng- 3 Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja ne- awasan, ii legislasi, dan iii representasi. gara control of budgeting; 2. Fungsi Pengawasan Control 4 Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan be- Seperti dikemukakan di atas, pengaturan yang lanja negara control of budget implementation; dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, 5 Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan control pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara, dan pengaturan-pengaturan mengenai of government performances; pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara, 6 Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik perlu dikontrol dengan sebaik-baiknya oleh rakyat sen- diri. Jika pengaturan mengenai ketiga hal itu tidak control of political appointment of public officials dikontrol sendiri oleh rakyat melalui wakil-wakilnya di dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau pun parlemen, maka kekuasaan di tangan pemerintah dapat dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR. 25 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Parlemen pertama-tama haruslah terlibat dalam Sejarah, Jakarta UI-Press, 1996. mengawasi proses perumusan dan penentuan kebijakan 26 Lihat Pasal 23 ayat 3 UUD 1945, “Rancangan undang-undang anggaran pemerintahan, jangan sampai bertentangan dengan pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas undang-undang yang telah mendapat persetujuan ber- bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Dewan sama oleh parlemen bersama dengan pemerintah. Pada Perwakilan Daerah”. pokoknya, undang-undang dasar dan undang-undang serta peraturan perundang-undangan pelaksana lainnya - 35 - mencerminkan norma-norma hukum yang berisi kebi- jakan atau state policy yang dituangkan dalam bentuk hukum tertentu yang tidak boleh bertentangan dengan state policy yang tertuang dalam bentuk hukum yang 36Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II lebih tinggi. Setiap kebijakan dimaksud, baik menyang- kut bentuk penuangannya, isinya, maupun pelaksana- dipilih oleh DPR untuk selanjutnya ditetapkan dengan annya haruslah dikontrol dengan seksama oleh lembaga Keputusan Presiden. Panglima TNI dan Kepala POLRI perwakilan rakyat. diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan penganggaran dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, Keterlibatan lembaga perwakilan rakyat dengan yang terkait erat dengan kinerja pemerintahan, harus adanya hak untuk memberikan atau tidak memberikan pula dikontrol dengan sebaik-baiknya oleh lembaga per- persetujuan ataupun pertimbangan ini dapat disebut wakilan rakyat. Daya serap anggaran dan pelaksanaan juga sebagai hak untuk konfirmasi right to confirm anggaran menurut peraturan perundang-undangan yang lembaga legislatif. Hak untuk konfirmasi right to berlaku berhubungan erat dengan kinerja pemerintahan confirm ini khusus diberikan dalam rangka pengang- government performances. Oleh karena itu, kontrol katan pejabat publik melalui pengangkatan politis poli- terhadap kedua hal ini, sama-sama penting dalam rangka tical appointment. Dengan adanya hak ini, lembaga fungsi kontrol oleh lembaga perwakilan rakyat. perwakilan rakyat dapat ikut mengendalikan atau meng- awasi kinerja para pejabat publik dimaksud dalam Bahkan, pengawasan oleh parlemen juga berkaitan menjalankan tugas dan kewenangannya masing-masing dengan pengangkatan dan pemberhentian pejabat-peja- agar sesuai dengan ketentuan konstitusi dan peraturan bat publik tertentu yang memerlukan sentuhan pertim- perundang-undangan yang berlaku. bangan yang bersifat politik. Semua pejabat yang dipilih secara tidak langsung oleh rakyat, maka pemilihannya Dalam praktik, sebenarnya fungsi kontrol atau dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat. Demikian pengawasan inilah yang harusnya diutamakan. Apalagi, pula pejabat publik lainnya yang perlu diangkat dengan pada hakikatnya, asal mula munculnya konsep parlemen pertimbangan politik tertentu, maka pengangkatannya sebagai lembaga perwakilan rakyat itu sendiri dalam ditentukan harus dengan pertimbangan atau bahkan sejarah berkaitan erat dengan kata le parle yang berarti dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat. Misal- to speak yang berarti “berbicara”. Artinya, wakil rakyat nya, para hakim agung dipilih oleh Dewan Perwakilan itu adalah juru bicara rakyat, yaitu untuk menyuarakan Rakyat untuk selanjutnya ditetapkan menjadi hakim aspirasi, kepentingan, dan pendapat rakyat. Parlemen agung dengan Keputusan Presiden. 27 Tiga orang hakim sebagai lembaga perwakilan rakyat tak ubahnya merupa- konstitusi, dipilih oleh DPR untuk selanjutnya ditetap- kan wadah, di mana kepentingan dan aspirasi rakyat itu kan dengan Keputusan Presiden. Duta Besar, diangkat diperdengarkan dan diperjuangkan untuk menjadi mate- oleh Presiden dengan pertimbangan Dewan Perwakilan ri kebijakan dan agar kebijakan itu dilaksanakan dengan Rakyat. Pimpinan atau Dewan Gubernur Bank Sentral tepat untuk kepentingan seluruh rakyat yang aspirasinya diwakili. 27 Calon hakim agung yang akan dipilih oleh DPR adalah calon hakim agung yang diusulkan dari Komisi Yudisial. Lihat Pasal 24A UUD 1945, Pasal 8 Sehingga, fungsi kontrol inilah yang sebenarnya UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 lebih utama daripada fungsi legislasi. Fungsi kontrol ti- Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Pasal 13 Undang-undang dak saja berkenaan dengan kinerja pemerintah dalam Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. melaksanakan ketentuan undang-undang ataupun kebi- jakan yang telah ditentukan, melainkan juga berkaitan - 37 - 38Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II dengan penentuan anggaran dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang telah ditetapkan. Untuk menjamin keterwakilan substantif itu, prin- Oleh sebab itu, dalam fungsi pengawasan sudah terkan- sip perwakilan dianggap tidak cukup hanya apabila se- dung pula pengertian fungsi anggaran budgeting yang suatu pendapat rakyat sudah disampaikan secara resmi di Indonesia biasanya disebut sebagai fungsi yang tersen- ke lembaga perwakilan rakyat. Untuk menjamin hal itu, diri. Sesungguhnya, fungsi anggaran itu sendiri meru- masih diperlukan kemerdekaan pers, kebebasan untuk pakan salah satu manifestasi fungsi pengawasan, yaitu berdemo atau berunjuk rasa, dan bahkan hak mogok bagi pengawasan fiskal. Dengan demikian, yang penting dise- buruh, dan sebagainya, sehingga keterwakilan formal di but tersendiri sebagai fungsi parlemen itu sebenarnya parlemen itu dapat dilengkapi secara substantif. Dengan adalah fungsi legislasi, fungsi pengawasan control, dan demikian, perwakilan formal memang dapat dianggap fungsi representasi representation. penting, tetapi tetap tidak mencukupi it’s necessary, but not sufficient untuk menjamin keterwakilan rakyat seca- 3. Fungsi Perwakilan Representasi ra sejati dalam sistem demokrasi perwakilan yang dikem- bangkan dalam praktik. Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rak- yat yang paling pokok sebenarnya adalah fungsi repre- Dalam rangka pelembagaan fungsi representasi itu, sentasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga perwakilan dikenal pula adanya tiga sistem perwakilan yang diprak- tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali. tikkan di berbagai negara demokrasi. Ketiga fungsi itu Dalam hubungan itu, penting dibedakan antara penger- adalah tian representation in presence dan representation in 1 Sistem perwakilan politik political representation; ideas. Pengertian pertama bersifat formal, yaitu keter- 2 Sistem perwakilan teritorial territorial atau regional wakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. Sedangkan, pengertian keterwakilan yang kedua bersifat representation; substantif, yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea. 3 Sistem perwakilan fungsional functional represen- Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudah dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat tation. yang terpilih sudah duduk di lembaga perwakilan rakyat. Akan tetapi, secara substansial, keterwakilan rakyat itu Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil- sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepenting- wakil politik political representatives, sistem perwakil- an nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili an territorial menghasilkan wakil-wakil daerah regional benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjadi representatives atau territorial representatives. Se- bagian dari kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga dangkan, sistem perwakilan fungsional menghasilkan perwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidak- wakil-wakil golongan fungsional functional representa- tidaknya aspirasi mereka itu sudah benar-benar diper- tives. Misalnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat juangkan sehingga mempengaruhi perumusan kebijakan DPR yang berasal dari partai politik merupakan contoh yang ditetapkan oleh parlemen. dari perwakilan politik, sementara anggota Dewan Per- wakilan Daerah DPD yang berasal dari tiap-tiap daerah - 39 - provinsi adalah contoh dari perwakilan teritorial atau regional representation. Sedangkan, anggota utusan golongan dalam sistem keanggotaan MPR di masa Orde 40Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Baru sebelum perubahan UUD 1945 adalah contoh dari sistem perwakilan fungsional functional representa- the United States of America. The House of Represen- tives. tatives mirip dengan The House of Commons di Inggris, yaitu sama-sama merupakan wakil-wakil partai politik Dianutnya ketiga sistem perwakilan politik poli- yang dipilih melalui pemilihan umum. Akan tetapi, ber- tical representation, perwakilan territorial territorial beda dengan The House of Lords di Inggris, Senat representation, dan perwakilan fungsional functional Amerika Serikat beranggotakan wakil-wakil rakyat di ne- representation menentukan bentuk dan struktur pe- gara bagian yang juga dipilih melalui pemilihan umum lembagaan sistim perwakilan itu di setiap negara. Pilihan setempat. Calon anggota senat tidak diharuskan berasal sistem perwakilan itu selalu tercermin dalam struktur ke- dari partai politik tertentu, meskipun dapat saja para lembagaan parlemen yang dianut di suatu negara. Pada calon senator itu berasal dari orang-orang partai politik. umumnya, di setiap negara, dianut salah satu atau paling Akan tetapi, karakteristik para anggota Senat itu sangat banyak dua dari ketiga sistem tersebut secara bersa- berbeda dari karakteristik anggota House of Lords. Para maan. Dalam hal negara yang bersangkutan menganut senator itu adalah wakil negara bagian atau regional salah satu dari ketiganya, maka pelembagaannya tercer- representatives berdasarkan prinsip territorial repre- min dalam struktur parlemen satu kamar. Artinya, struk- sentation, sedangkan para Lords termasuk kategori tur lembaga perwakilan rakyat yang dipraktikkan oleh wakil-wakil dari golongan fungsional functional repre- negara itu mestilah parlemen satu kamar unicameral sentatives. parliament. Jika sistem yang dianut itu mencakup dua fungsi, maka kedua fungsi itu selalu dilembagakan dalam Dalam sistim bikameral di Irlandia, juga dianut dua struktur parlemen dua kamar bicameral parliament. sistim perwakilan, yaitu sistim perwakilan politik dan perwakilan fungsional. Anggota Sienad Ieramm bersifat Misalnya, Kerajaan Inggris memiliki parlemen dua fungsional, yaitu dari kelompok profesi, perguruan ting- kamar, yaitu House of Lords dan House of Commons. gi, dan golongan fungsional lainnya, sedangkan Dewan The House of Lords beranggotakan tokoh-tokoh yang Perwakilan beranggotakan para wakil partai politik. mempunyai ciri sebagai kelompok fungsional. Sedang- Dengan demikian, dalam praktik di berbagai negara, sis- kan, The House of Commons beranggotakan mereka tem unikameral selalu mencerminkan satu sistem perwa- yang berasal dari partai politik yang dipilih melalui pemi- kilan saja, yaitu perwakilan politik, sedangkan dalam lihan umum, sehingga disebut sebagai political represen- sistem bikameral dianut dua dari ketiga sistem perwa- tatives. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa kilan tersebut di atas. Ada parlemen bikameral yang Inggris menganut sistem perwakilan fungsional dan per- menganut sistem perwakilan politik dan perwakilan wakilan politik yang masing-masing tercermin di lemba- fungsional, dan ada pula parlemen bikameral yang ga parlemen bikameralnya, yaitu the House of Lords dan menganut sistem perwakilan politik dan perwakilan teri- the House of Commons. torial regional. Berbeda dari Inggris, Amerika Serikat juga memi- Justru yang menarik adalah bahwa Majelis Permu- liki parlemen dua kamar atau bicameral parliament, syawaratan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan yaitu The House of Representative dan The Senate yang UUD 1945 sebelum mengalami perubahan menggabung- secara bersama-sama disebut sebagai The Congress of kan ketiga sistim perwakilan tersebut di atas sekaligus. - 41 - 42Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Pasal 2 ayat 1 UUD 1945 sebelum perubahan menen- tukan e Pengawasan atas kinerja pemerintahan control of government performances; “MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah de- ngan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan- f Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat pu- golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan blik control of political appointment of public undang-undang”. officials dalam bentuk persetujuan atau peno- lakan, atau pun dalam bentuk pemberian pertim- Di dalamnya terdapat tiga unsur anggota, yaitu i bangan oleh DPR. anggota DPR sebagai perwakilan politik political repre- sentatives, ii Utusan Daerah dari daerah provinsi 3 Fungsi Pengaturan atau Legislasi menyangkut 4 em- regional representatives, dan iii Utusan Golongan pat bentuk kegiatan, yaitu yang berasal dari golongan fungsional functional repre- a Prakarsa pembuatan undang-undang legislative sentaitves. Sekarang, setelah Perubahan Keempat UUD, initiation; Pasal 2 ayat 1 UUD 1945 berbunyi b Pembahasan rancangan undang-undang law making process; “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang c Persetujuan atas pengesahan rancangan undang- dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut undang law enactment approval; dengan undang-undang”. d Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional Dengan demikian, unsur utusan golongan fungsi- dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat onal dihilangkan sama sekali dari keanggotaan MPR pas- lainnya Binding decision making on internati- ca reformasi. onal agreement and treaties or other legal bin- ding documents. Dari uraian di atas, dapat diringkaskan bahwa fungsi parlemen atau lembaga perwakilan rakyat itu pada C. CABANG KEKUASAAN YUDISIAL pokoknya ada tiga, yaitu 1 Fungsi Representasi Perwakilan 1. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman a Representasi formal; dan Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga da- b Representasi aspirasi. lam sistim kekuasaan negara modern. Dalam bahasa 2 Fungsi Pengawasan Control Indonesia, fungsi kekuasaan yang ketiga ini seringkali di- a Pengawasan atas penentuan kebijakan control of sebut cabang kekuasaan “yudikatif”, dari istilah Belanda judicatief. Dalam bahasa Inggris, di samping istilah le- policy making; gislative, executive, tidak dikenal istilah judicative, b Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan control sehingga untuk pengertian yang sama biasanya dipakai istilah judicial, judiciary, ataupun judicature. of policy executing; c Pengawasan atas penganggaran dan belanja nega- Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman atau judiciary merupakan cabang yang dior- ra control of budgeting; ganisasikan secara tersendiri. Oleh karena itu, dikatakan d Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan be- 44 lanja negara control of budget implementation; - 43 -Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II oleh John Alder, “The principle of separation of powers is particuarly important for the judiciary”.28 Bahkan, kenegaraan, tetapi kata akhir dalam memahami maksud- boleh jadi, karena Montesquieu sendiri adalah seorang nya tetap berada di tangan para hakim. hakim Perancis, maka dalam bukunya, “L’Esprit des Lois”, ia mengimpikan pentingnya pemisahan kekuasaan Lagi pula, sebagai buatan manusia, hukum dan yang ekstrim antara cabang kekuasaan legislatif, ekse- peraturan perundang-undangan seringkali memang ti- kutif, dan terutama kekuasaan yudisial. dak sempurna. Kadang-kadang, ada undang-undang yang agak kabur perumusannya dan membuka kemung- Baik di negara-negara yang menganut tradisi civil kinan banyak penafsiran mengenai pengertian-penger- law maupun common law, baik yang menganut sistim tian yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, peraturan pemerintahan parlementer maupun presidentil, lembaga yang demikian itu menyebabkan terjadinya kebingungan kekuasaan kehakiman selalu bersifat tersendiri. Di nega- dan ketidakpastian yang luas. Karena itu, diperlukan ra yang menganut sistim parlementer, terdapat percam- hakim yang benar-benar dapat dipercaya untuk memu- puran antara fungsi legislatif dan eksekutif. Di Inggris, tuskan hal tersebut sebagai solusi akhir. Untuk itu, misalnya, untuk menjadi menteri seseorang justru diper- diperlukan pula pengaturan mengenai tipe manusia yang syaratkan harus berasal dari anggota parlemen. Parle- seperti apa yang seharusnya diangkat menjadi hakim. men dapat membubarkan kabinet melalui mekanisme mosi tidak percaya. Sebaliknya, pemerintah juga dapat Banyak sekali komentar dan pandangan negatif ter- membubarkan parlemen dengan cara mempercepat pe- hadap hakim mengenai sejauh mana hakim dapat beker- milihan umum. Akan tetapi, meskipun demikian, cabang ja dengan objektif, dan apakah tidak mungkin terjadi kekuasaan kehakiman atau judiciary tetap bersifat inde- bahwa hakim yang dikonstruksikan sebagai manusia penden dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. bebas dan tidak berpihak kecuali kepada kebenaran tidak akan “bias”. Apakah benar bahwa seorang hakim baik Pemisahan kekuasaan juga terkait erat dengan secara sadar ataupun tidak sadar tidak akan dipengaruhi independensi peradilan. Prinsip pemisahan kekuasaan oleh sikap prejudice yang disebabkan oleh latar belakang separation of powers itu menghendaki bahwa para ha- sosial dan politik kehidupannya sendiri dalam memutus kim dapat bekerja secara independen dari pengaruh ke- setiap perkara, di mana untuk itu ia diharapkan bersikap kuasaan eksekutif dan legislatif. Bahkan, dalam mema- objektif dan Sikap “bias” itu sendiri kadang- hami dan menafsirkan undang-undang dasar dan kadang dipengaruhi pula oleh cara hakim sendiri mema- undang-undang, hakim harus independen dari pendapat hami atau memandang kedudukan dan fungsinya dan bahkan dari kehendak politik para perumus undang- Misalnya, dalam memutus sesuatu perkara, pastilah ada undang dasar dan undang-undang itu sendiri ketika yang pihak senang dan ada pihak tidak senang, termasuk perumusan dilakukan. Meskipun anggota Parlemen dan dalam perkara yang bersangkutan dengan pertentangan Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat mencermin- antara negara dengan warga negara. Dalam hal demi- kan kedaulatan rakyat dalam menentukan kebijakan 29 Lihat misalnya Griffith, The Politics of the Judiciary, London Fontana 28 Alder and English, Op Cit., hal. 267. Press, 1985. 30 Lihat misalnya Lord Hailsham, The Dilemma of Democracy, Collins, - 45 - 1978. 46Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II kian, apakah hakim akan tetap dapat bersikap netral atau akan merasa menjadi hero bagi rakyat dalam mengha- and impartiality of the judiciary haruslah benar-benar dapi negara. dijamin di setiap negara demokrasi konstitusional cons- titutional democracy. Dalam kegiatan bernegara, kedudukan hakim pada pokoknya bersifat sangat khusus. Dalam hubungan ke- Lembaga peradilan tumbuh dalam sejarah umat pentingan yang bersifat triadik triadic relation antara manusia dimulai dari bentuk dan sistimnya yang seder- negara state, pasar market, dan masyarakat madani hana. Lama-lama bentuk dan sistim peradilan berkem- civil society, kedudukan hakim haruslah berada di bang menjadi semakin kompleks dan modern. Oleh tengah. Demikian pula dalam hubungan antara negara karena itu, seperti dikemukakan oleh Djokosoetono,32 state dan warga negara citizens, hakim juga harus ada empat tahap dan sekaligus empat macam rechts- berada di antara keduanya secara Jika ne- praak yang dikenal dalam sejarah, yaitu gara dirugikan oleh warga negara, karena warga negara 1 Rechtspraak naar ongeschreven recht hukum adat, melanggar hukum negara, maka hakim harus memutus- kan hal itu dengan adil. Jika warga negara dirugikan oleh yaitu pengadilan yang didasarkan atas ketentuan keputusan-keputusan negara, baik melalui perkara tata hukum yang tidak tertulis, seperti pengadilan adat; usaha negara maupun perkara pengujian peraturan, ha- 2 Rechtspraak naar precedenten, yaitu pengadilan kim juga harus memutusnya dengan adil. Jika antar- yang didasarkan atas prinsip presedent atau putusan- warga negara sendiri atau pun dengan lembaga-lembaga putusan hakim yang terdahulu, seperti yang diprak- negara terlibat sengketa kepentingan perdata satu sama tikkan di Inggris; lain, maka hakim atas nama negara juga harus memu- 3 Rechtspraak naar rechtsboeken, yaitu pengadilan tusnya dengan seadil-adilnya pula. Oleh karena itu, yang didasarkan atas kitab-kitab hukum, seperti da- hakim dan kekuasaan kehakiman memang harus ditem- lam praktik dengan pengadilan agama Islam yang patkan sebagai cabang kekuasaan yang tersendiri. menggunakan kompendium atau kitab-kitab ulama ahlussunnah wal-jama’ah atau kitab-kitab ulama Oleh sebab itu, salah satu ciri yang dianggap syi’ah; dan penting dalam setiap negara hukum yang demokratis 4 Rechtspraak naar wetboeken, yaitu pengadilan yang democratische rechtsstaat ataupun negara demokrasi didasarkan atas ketentuan undang-undang atau pun yang berdasar atas hukum constitutional democracy kitab undang-undang. Pengadilan demikian ini adalah adanya kekuasaan kehakiman yang independen merupakan penjelmaan dari paham hukum positif dan tidak berpihak independent and impartial. Apa- atau moderne wetgeving yang mengutamakan per- pun sistim hukum yang dipakai dan sistim pemerintahan aturan perundang-undangan yang bersifat tertulis yang dianut, pelaksanaan the principles of independence schreven wetgeving. 31 Jimly Asshiddiqie, The Role of Constitutional Court in Guaranteeing Pengadilan adalah lembaga kehakiman yang men- Access to Justice in a New Transitional State, Keynote Address at the jamin tegaknya keadilan melalui penerapan undang- Conference of “Comparing Access to Justice in Asian and European Transitional Countries”, Bogor, Indonesia, 27-28 June 2005. 32 Djokosoetono, Hukum Tata Negara, kuliah dihimpun oleh Harun Alrasid pada tahun 1959, Jakarta Ghalia Indonesia, 1982, hal. 117. - 47 - 48Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II undang dan kitab undang-undang wet en wetboeken dimaksud. Strukturnya dapat bertingkat-tingkat sesuai 4 Pengadilan Militer PM dan Pengadilan Tinggi dengan sifat perkara dan bidang hukum yang terkait. Ada Militer dalam lingkungan peradilan perkara yang cukup diselesaikan melalui peradilan per- tama dan sekaligus terakhir, ada pula perkara yang dise- Di samping itu, dewasa ini, dikenal pula beberapa lesaikan dalam dua tingkat, dan ada pula perkara yang pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap ataupun Ad diselesaikan dalam tiga tahap, yaitu tingkat pertama, Hoc, diantaranya yaitu tingkat banding, dan tingkat 1 Pengadilan Hak Asasi Manusia HAM;39 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;40 Dalam sistim peradilan di Indonesia dewasa ini, 3 Pengadilan Niaga;41 terdapat 4 empat lingkungan peradilan, yang masing- 4 Pengadilan Perikanan;42 masing mempunyai lembaga lembaga pengadilan tingkat 5 Pengadilan Anak;43 pertama dan pengadilan tingkat banding. Pada tingkat 6 Pengadilan Hubungan Kerja Industrial;44 kasasi, semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung 7 Pengadilan Pajak; 45 MA.34 Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam keempat lingkungan peradilan tersebut adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1 Pengadilan Negeri PN dan Pengadilan Tinggi PT LN No. 35 dan TLN No. 4380. 38 Indonesia, Undang-undang Tentang Peradilan Militer, UU No. 84 Tahun dalam lingkungan peradilan umum;35 1977, LN No. 84 Tahun 1997, TLN No. 3713. 2 Pengadilan Agama PA dan Pengadilan Tinggi Aga- 39 Lihat dalam BAB IX Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Indonesia, Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN ma PTA dalam lingkungan peradilan agama;36 No. 165 Tahun 1999, TLN No. 3886. 3 Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dan Pengadil- 40 Indonesia, Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999, LN No. 140 Tahun 1999, TLN No. 140. an Tinggi Tata Usaha Negara dalam lingkungan per- 41 Lihat Indonesia, Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan adilan tata usaha negara;37 dan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443. 33 Dalam Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 24 UU tentang Kekuasaan 42 Lihat BAB XIII dst. dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004. Indo- Kehakiman, disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah nesia, Undang-undang tentang Perikanan, UU No. 31 Tahun 2004, LN No. Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh 118 Tahun 2004, TLN No. 4433. sebuah Mahkamah Konstitusi. 43 Indonesia, Undang-undang tentang Pengadilan Anak, UU No. 3 Tahun 34 Lihat UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung LN No. 73 dan 1997, LN No. 3 Tahun 1997, TLN 3668. TLN 3316 jo UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 44 Indonesia, Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung LN No. 9 dan TLN Industrial, UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 4356. 35 Lihat UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo. UU No. 8 Tahun 45 Indonesia, Undang-undang tentang Pengadilan Pajak, UU No. 14 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan 2002, LN No. 27 Tahun 2002, TLN No. 4189. Lihat juga Undang-undang Umum LN No. 24 dan TLN No. 4379. Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti 36 Indonesia, Undang-undang Tentang Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Penangguhan Mulai 1989, LN No. 73 Tahun 1989, TLN No. 3316. Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian 37 Lihat UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara TL No. Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi Undang-Undang. 77 dan TLN No. 3344 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas 50 - 49 -Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II 8 Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darus- salam;46 2. Beberapa Prinsip Pokok Kehakiman 9 Pengadilan Adat di Secara umum dapat dikemukakan ada 2 dua prin- sip yang biasa dipandang sangat pokok dalam sistim per- Pengadilan HAM, Pengadilan Tipikor, Pengadilan adilan, yaitu i the principle of judicial independence, Niaga, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Anak, serta dan ii the principle of judicial impartiality. Kedua prin- Pengadilan Hubungan Industrial termasuk ke dalam sip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistem di semua lingkungan peradilan umum, sedangkan Pengadilan Pa- negara yang disebut hukum modern atau modern consti- jak dapat digolongkan termasuk lingkungan peradilan tutional state. tata usaha negara. Untuk Mahkamah Syar’iyah digolong- kan pada Peradilan Agama, sedangkan Pengadilan Adat Prinsip independensi itu sendiri antara lain harus juga pada Peradilan Umum juga. Di samping itu ada diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa pula, badan-badan quasi pengadilan yang berbentuk ko- dan memutus perkara yang dihadapinya. Di samping itu, misi-komisi yang bersifat ad hoc. Misalnya, Komisi Peng- independensi juga tercermin dalam berbagai pengaturan awas Persaingan Usaha KPPU, Komisi Penyiaran Indo- mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, nesia KPI, Komisi Banding Merek, dan sebagainya. masa kerja, pengembangan karir, sistim penggajian, dan pemberhentian para hakim. Semua lembaga pengadilan Ad Hoc dan quasi pe- ngadilan sebagaimana disebutkan di atas mempunyai ke- Sementara itu, prinsip kedua yang sangat penting dudukan yang khusus dalam sistim hukum Indonesia, adalah prinsip ketidakberpihakan the principle of im- dan dapat saja selalu berubah di masa yang akan datang, partiality. Bahkan oleh O. Hood Phillips dan kawan- baik itu bertambah maupun berkurang. Akan tetapi yang kawan mengatakan, “The impartiality of the judiciary is jelas, kesemuanya berfungsi untuk menjamin agar hu- recognized as an important, if not the most important kum dan keadilan dapat ditegakkan dan diwujudkan element, in the administration of justice”.48 Dalam dengan sebaik-baiknya. praktik, ketidakberpihakan atau impartiality itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak 46 Lihat Bab XII mengenai Mahkamah Syar’iyah Provinsi Naggroe Aceh saja bekerja secara imparsial to be impartial, tetapi ju- Darussalam dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001. Indonesia, ga terlihat bekerja secara imparsial to appear to be Undang-undang tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa impartial.49 Aceh Sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, UU No. 18 Tahun 2001, LN No. 114 Tahun 2001, TLN 4143. Namun, di samping kedua prinsip tersebut, dari 47 Lihat Bab XIV Kekuasaan Kehakiman dalam Undang-undang Nomor 21 perspektif hakim sendiri berkembang pula pemikiran Tahun 2001. Indonesia, Undang-undang tentang Otonomi Khusus Bagi mengenai prinsip-prinsip lain yang juga dianggap pen- Provinsi Papua, UU No. 21 Tahun 2001, LN No. 135 Tahun 2001, TLN No. ting. Misalnya, dalam forum International Judicial 4151. Conference di Bangalore, India, 2001, berhasil disepakati draft kode etik dan perilaku hakim se-dunia yang - 51 - 48 Phllips, Jackson, and Leopold, op. cit., hal. 437. 49 Lihat kasus McGonnell vs United Kingdom 2000, 30 241. 52Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II kemudian disebut The Bangalore Draft. Selanjutnya, setelah mengalami revisi dan penyempurnaan berkali- kan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara kali, draft ini akhirnya diterima luas oleh berbagai ka- yang diajukan kepadanya. Ketidakberpihakan mencakup langan hakim di dunia sebagai pedoman bersama dengan sikap netral, menjaga jarak yang sama dengan semua sebutan resmi The Bangalore Principles of Judicial Con- pihak yang terkait dengan perkara, dan tidak meng- duct. utamakan salah satu pihak mana pun, disertai pengha- yatan yang mendalam mengenai keseimbangan antar Dalam The Bangalore Principles itu, tercantum kepentingan yang terkait dengan perkara. Prinsip ke- adanya 6 enam prinsip penting yang harus dijadikan tidakberpihakan senantiasa melekat dan harus tercermin pegangan bagi para hakim di dunia, yaitu prinsip-prinsip dalam setiap tahapan proses pemeriksaan perkara sam- independence, impartiality, integrity, propriety, equa- pai kepada tahap pengambilan keputusan, sehingga pu- lity, dan competence and diligence. tusan pengadilan dapat benar-benar diterima sebagai solusi hukum yang adil bagi semua pihak yang 1 Independensi Independence Principle berperkara dan oleh masyarakat luas pada umumnya. Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegak- 3 Integritas Integrity Principle nya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi terwujud- Integritas hakim merupakan sikap batin yang men- nya cita-cita negara hukum. Independensi melekat sa- ngat dalam dan harus tercermin dalam proses peme- cerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian riksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara, setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dan terkait erat dengan independensi pengadilan sebagai dalam menjalankan tugas jabatannya. Keutuhan kepriba- institusi yang berwibawa, bermartabat dan terpercaya. dian mencakup sikap jujur, setia, dan tulus dalam men- Independensi hakim dan pengadilan terwujud dalam ke- jalankan tugas profesionalnya, disertai ketangguhan ba- mandirian dan kemerdekaan hakim, baik sendiri-sendiri tin untuk menepis dan menolak segala bujuk-rayu, goda- maupun sebagai institusi, dari pelbagai pengaruh yang an jabatan, kekayaan, popularitas, ataupun godaan- berasal dari luar diri hakim berupa intervensi yang ber- godaan lainnya. Sedangkan, keseimbangan kepribadian sifat mempengaruhi dengan halus, dengan tekanan, mencakup keseimbangan ruhaniah dan jasmaniah atau paksaan, kekerasan, atau balasan karena kepentingan mental dan fisik, serta keseimbangan antara kecerdasan politik atau ekonomi tertentu dari pemerintah atau spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelek- kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau golong- tual dalam pelaksanaan tugasnya. an, dengan ancaman penderitaan atau kerugian tertentu, atau dengan imbalan atau janji imbalan berupa keun- 4 Kepantasan dan Kesopanan Propriety Principle tungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau bentuk Kepantasan dan kesopanan merupakan norma kesu- lainnya. silaan pribadi dan kesusilaan antarpribadi yang tercer- 2 Ketidakberpihakan Impartiality Principle min dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi Ketidakberpihakan merupakan prinsip yang melekat maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharap- kewibawaan, dan kepercayaan. Kepantasan tercermin - 53 - 54Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II dalam penampilan dan perilaku pribadi yang berhu- bungan dengan kemampuan menempatkan diri dengan ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksa- tepat, baik mengenai tempat, waktu, tata busana, tata naan tugas profesional hakim. suara, atau kegiatan tertentu. Sedangkan, kesopanan ter- wujud dalam perilaku hormat dan tidak merendahkan Keenam prinsip etika hakim itu dapat dijadikan orang lain dalam pergaulan antarpribadi, baik dalam oleh hakim Indonesia untuk merumuskan sendiri kode tutur kata lisan, tulisan, atau bahasa tubuh, dalam ber- etik yang berlaku di Indonesia. Dalam hubungan ini, tindak, bekerja, dan bertingkah laku ataupun dalam ber- Mahkamah Konstitusi telah menetapkan Kode Etik gaul dengan sesama hakim, dengan karyawan atau pega- Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Peratur- wai pengadilan, dengan tamu, dengan pihak-pihak dalam an Mahkamah Konstitusi No. 07/PMK/ persidangan atau pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara. 3. Struktur Organisasi Kehakiman 5 Kesetaraan Equality Principle Dalam struktur organisasi kekuasaan kehakiman, Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perla- terdapat beberapa fungsi yang dilembagakan secara in- ternal dan eksternal. Terkait dengan jabatan-jabatan ke- kuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan ke- hakiman itu, terdapat pula pejabat-pejabat hukum yaitu manusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda- a pejabat penyidik, b pejabat penuntut umum, dan c bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan aga- advokat yang juga diakui sebagai penegak hukum. Di ma, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawi- lingkungan pejabat penyidik, terdapat i polisi, ii jaksa, nan, kondisi fisik, status sosial-ekonomi, umur, pan- iii penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, dan dangan politik, ataupun alasan-alasan lain yang serupa. iv penyidik pegawai negeri sipil, yang dewasa ini di Prinsip kesetaraan ini secara esensial melekat dalam si- Indonesia berjumlah kurang lebih 52 macam. Mereka kap setiap hakim untuk senantiasa memperlakukan se- yang menjalankan fungsi penuntutan adalah i jaksa mua pihak dalam persidangan secara sama sesuai de- penuntut umum, dan ii Komisi Pemberantasan Korupsi ngan kedudukannya masing-masing dalam proses per- KPK. adilan. Sementara itu, dalam lingkungan internal organisa- 6 Kecakapan dan Keseksamaan Competence and Dili- si pengadilan, dibedakan dengan tegas adanya 3 tiga gence Principle jabatan yang bersifat fungsional, yaitu i hakim, ii Kecakapan dan keseksamaan hakim merupakan pra- 50 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pemberlakuan Deklarasi Kode syarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi dan terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan Republik Indonesia Nomor 07/PMK/2005 bertanggal 18 Oktober 2005. profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pela- PMK ini merupakan penyempurnaan dari PMK Nomor 02/PMK/2003 ten- tihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. tang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi bertanggal 24 Sedangkan, keseksamaan merupakan sikap pribadi ha- September 2003, yang telah disesuaikan dengan tuntutan pe rkembangan baik kim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, nasional maupun internasional, juga setelah adanya Deklarasi dari para Hakim Konstitusi mengenai Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang - 55 - lebih dikenal dengan nama Sapta Karsa Hutama. 56Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II panitera, dan iii pegawai administrasi lainnya. Ketiga- nya perlu dibedakan dengan tegas, karena memiliki da Sekretaris Mahkamah Agung atau Sekretaris Jenderal kedudukan yang berbeda dalam hukum tata negara dan Mahkamah hukum administrasi negara. Hakim adalah pejabat nega- ra yang menjalankan kekuasaan negara di bidang yudi- Oleh karena itu, di lingkungan pengadilan, ada tiga sial atau kehakiman. Sementara itu, panitera adalah pejabat yang memegang tampuk kepemimpinan, yaitu i pegawai negeri sipil yang menyandang jabatan fungsi- Ketua pengadilan yang bersangkutan, ii Panitera, dan onal sebagai administratur perkara yang bekerja berda- iii Sekretaris yang kadang-kadang dirangkap oleh Pani- sarkan sumpah jabatan untuk menjaga kerahasiaan se- tera. Di lingkungan Mahkamah Konstitusi dan demikian tiap Sedangkan, pegawai administrasi biasa pula di Mahkamah Agung, ketiga jabatan ini dipisahkan adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada ketentuan secara tegas. Pada Mahkamah Konstitusi, terdapat kepegawainegerian pada umumnya. kedudukan Sekretaris Jenderal yang bertanggung jawab di bidang administrasi umum dengan status sebagai Independensi hakim dalam menjalankan tugas ke- Pejabat Eselon IA, dan ada pula Panitera yang bertang- hakimannya pada pokoknya terletak dalam diri setiap gung jawab di bidang administrasi peradilan dengan hakim itu sendiri. Hakim tidak bertanggung jawab ke- status sebagai Pejabat yang disetarakan dengan Eselon pada Ketua Majelis Hakim, kepada Ketua Mahkamah IA. Dengan demikian, kedua pejabat penunjang ini tidak Agung, ataupun kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. saling tumpang tindih tanggung jawabnya dalam mendu- Hakim memutus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha kung kelancaran pelaksanaan tugas hakim. Pemisahan Esa, dan karena itu bertanggung jawab langsung kepada kedua jabatan administrasi penunjang ini jelas diatur Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib diyakini dan diimani dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang oleh setiap Hakim Indonesia sebagai Tuhan Yang Maha Mahkamah Kuasa. Panitera sebagai pejabat fungsional di bidang administrasi tunduk dan bertanggungjawab kepada Ke- Dalam perkembangan selanjutnya, pemisahan se- tua Mahkamah, Ketua Pengadilan, atau kepada Ketua rupa juga dilakukan di lingkungan Mahkamah Agung. Majelis Hakim dalam bidang administrasi perkara. Akan Bahkan organisasi struktural di lingkungan Mahkamah tetapi, dari segi administrasi kepegawaian tunduk kepa- Agung lebih besar dan lebih kompleks, mengingat seba- gian fungsi administrasi kehakiman yang sebelumnya 51 Dalam hal ini, yang dimaksud dengan “bersifat fungsional” tidaklah iden- ditangani oleh Pemerintah Departemen Kehakiman, tik dengan “jabatan fungsional” yang dikenal dalam hukum kepegawaian. sekarang beralih penanganannya oleh Mahkamah Agung Hal yang dapat dikategorikan sebagai jabatan fungsional dalam arti yang di bawah manajemen satu atap. Pemerintah tidak lagi biasa di sini adalah “panitera”, sedangkan hakim bukan lagi pegawai negeri berwenang menangani masalah administrasi pembinaan seperti dulu, sehingga tidak dapat disebut sebagai jabatan fungsional kepe ga- hakim dan sebagainya. Oleh karena itu, pemisahan jabat- waian. Hakim, dewasa ini, diakui sebagai pejabat negara. Lihat ketentuan- ketentuan pada UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- 52 Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LN No. 169 Tentang Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Tahun 1999, TLN. 3890. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 2004 bertanggal 22 Juni 2004. 53 Indonesia, Undang-undang Tentang Mahkamah Konstitusi, UU Nomor 24 - 57 - Tahun 2003, LN Nomor 98 Tahun 2003, TLN Nomor 4316. 58Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II an Panitera dan Sekretaris menjadi semakin penting untuk dilakukan di lingkungan Mahkamah Agung. Sek- dapat dibubarkan oleh pemerintah, apabila dianggap ti- retaris bertindak menjadi semacam “Menteri Kehakim- dak dapat memberikan dukungan kepada pemerintah. an” masa lalu yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Se- Sistem pemerintahan itu dikatakan bersifat presi- dangkan, Panitera tetap menangani administrasi perkara dentil apabila a kedudukan kepala negara tidak terpi- sebagaimana biasanya. sah dari jabatan kepala pemerintahan, b kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan Tugas Sekretaris Mahkamah Agung sangat kom- langsung bertanggung jawab kepada rakyat yang memi- pleks, sehingga oleh karena itu diberi kewenangan untuk lihnya, c Presiden sebaliknya juga tidak berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan tugas beberapa Direk- membubarkan parlemen, d kabinet sepenuhnya ber- tur Jenderal yang diadakan khusus di lingkungan Mah- tanggung jawab kepada Presiden sebagai pemegang kamah Agung. Dengan demikian, pembinaan organisasi kekuasaan pemerintahan negara atau sebagai adminis- badan-badan peradilan di seluruh Indonesia berada di trator yang tertinggi. Dalam sistim presidentil, tidak bawah tanggung jawab administratif Sekretaris Mahka- dibedakan apakah Presiden adalah kepala negara atau mah kepala pemerintahan. Tetapi yang ada hanya Presiden dan Wakil Presiden saja dengan segala hak dan kewajib- D. CABANG KEKUASAAN EKSEKUTIF annya atau tugas dan kewenangannya masing-masing. 1. Sistim Pemerintahan Sementara itu, dalam sistem campuran, terdapat ciri-ciri presidentil dan ciri-ciri parlementer secara ber- Cabang kekuasaan eksekutif adalah cabang keku- samaan dalam sistem pemerintahan yang diterapkan. asaan yang memegang kewenangan administrasi peme- Sistem campuran ini biasanya oleh para ahli disebut rintahan negara yang tertinggi. Dalam hubungan ini, di sesuai dengan kebiasaan yang diterapkan oleh masing- dunia dikenal adanya 3 tiga sistem pemerintahan nega- masing negara. Misalnya, sistem yang dipraktikkan di ra, yaitu i sistem pemerintahan presidentil, ii sistem Perancis biasa dikenal oleh para sarjana dengan sebutan pemerintahan parlementer atau sistim kabinet, dan iii hybrid system. Kedudukan sebagai kepala negara sistem campuran. Sistem pemerintahan itu dikatakan dipegang oleh Presiden yang dipilih langsung oleh rak- bersifat parlementer apabila a sistem kepemimpinan- yat, tetapi juga ada kepala pemerintahan yang dipimpin nya terbagi dalam jabatan kepala negara dan kepala oleh seorang Perdana Menteri yang didukung oleh parle- pemerintahan sebagai dua jabatan yang terpisah, dan b men seperti dalam sistem parlementer yang biasa. Oleh jika sistem pemerintahannya ditentukan harus bertang- karena itu, sistem Perancis ini dapat pula kita sebut seba- gung jawab kepada parlemen, sehingga dengan demikian gai sistim quasi-parlementer. c kabinet dapat dibubarkan apabila tidak mendapat dukungan parlemen, dan sebaliknya d parlemen juga Dalam sistem pemerintahan di berbagai negara yang menganut sistem campuran itu, kadang-kadang ciri 54 Lihat Pasal I angka 17 UU No. 5 Tahun 2004 jo UU No. 14 Tahun 1985 presidentilnya memang lebih menonjol, tetapi ada pula tentang Mahkamah Agung. negara yang ciri parlementernyalah yang lebih menonjol. Apabila ciri presidentilnya yang lebih menonjol, maka - 59 - sistim demikian dapat kita sebut sebagai sistim quasi- 60Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II presidentil. Misalnya, sebelum UUD 1945 diubah pertama kali pada tahun 1999, UUD 1945 dikatakan Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, menganut sistim pemerintahan presidentil. Akan tetapi, maka dalam sistem presidentil, kedudukan menteri sepe- di samping itu, sistim yang diterapkan tetap mengan- nuhnya tergantung kepada Presiden. Para menteri diang- dung ciri parlementernya, yaitu dengan adanya MPR kat dan diberhentikan serta bertanggung jawab kepada yang berstatus sebagai lembaga tertinggi negara, tempat Presiden. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan tugas- kemana Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab. nya, tentu saja, para menteri itu membutuhkan duku- Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang dianut oleh ngan parlemen agar tidak setiap kebijakannya “dijegal” UUD 1945 sebelum perubahan itu adalah sistim quasi- atau “diboikot” oleh parlemen. Namun demikian, secara presidentil, karena ciri presidentilnya tetap lebih menon- umum, dapat dikatakan bahwa para menteri dalam jol, meskipun terdapat pula ciri parlementer. Akan sistem pemerintahan presidentil itu mempersyaratkan tetapi, apabila ciri parlementernya yang lebih menonjol, kualifikasi yang lebih teknis profesional daripada politis maka sistem demikian lebih tepat disebut quasi-parle- seperti dalam sistim parlementer. Dalam sistem presi- menter, sebagaimana yang telah dipraktikkan di negara dentil, yang bertanggung jawab adalah Presiden, bukan Perancis. Menteri, sehingga sudah seharusnya nuansa pekerjaan para menteri dalam sistem presidentil itu bersifat lebih 2. Kementerian Negara profesional daripada politis. Dalam sistem pemerintahan kabinet atau parle- Oleh sebab itu, untuk diangkat menjadi menteri se- menter, Menteri tunduk dan bertanggung jawab kepada harusnya seseorang benar-benar memiliki kualifikasi parlemen. Sedangkan dalam sistem presidentil, para teknis dan profesional untuk memimpin pelaksanaan menteri tunduk dan bertanggung jawab kepada Presiden. tugas-tugas pemerintahan berdasarkan prinsip merito- Dalam sistem parlementer jelas sekali bahwa kedudukan krasi. Sistem pemerintahan presidentil lebih menuntut menteri adalah bersifat sentral. Perdana Menteri sebagai kabinetnya sebagai zaken-kabinet daripada kabinet menteri utama, menteri koordinator, atau menteri yang dalam sistim parlementer yang lebih menonjol sifat memimpin para menteri lainnya dalam kabinet adalah politisnya. Oleh karena itu, dalam menetapkan seseorang kepala pemerintahan, yaitu yang memimpin pelaksanaan diangkat menjadi menteri, sudah seharusnya Presiden tugas-tugas pemerintahan secara operasional sehari- dan Wakil Presiden lebih mengutamakan persyaratan hari. Kinerja pemerintahan sepenuhnya berada di tangan teknis kepemimpinan daripada persyaratan dukungan para menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana Men- politis. teri itu. Dikarenakan sangat kuatnya kedudukan para menteri, parlemen pun dapat dibubarkan oleh mereka. Hal itu dipertegas lagi oleh kenyataan bahwa dalam Sebaliknya, kabinet juga dapat dibubarkan oleh parle- sistem pemerintahan presidentil, menteri itu sendiri ada- men apabila mendapat mosi tidak percaya dari parle- lah pemimpin yang tertinggi dalam kegiatan pemerintah- men. Demikianlah perimbangan kekuatan di antara an di bidangnya masing-masing. Oleh karena dalam ja- kabinet dan parlemen dalam sistem pemerintahan parle- batan Presiden dan Wakil Presiden tergabung fungsi menter. kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus, maka tentunya Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin - 61 - terlibat terlalu mendetil dalam urusan-urusan operasi- 62Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II onal pemerintahan sehari-hari. Bahkan, untuk kepen- tingan koordinasi, terbukti pula diperlukan adanya Siapa yang akan diangkat menjadi menteri, tentu jabatan menteri senior, seperti para Menteri Koordi- sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden untuk nator. Artinya, untuk melakukan fungsi koordinasi teknis menentukannya. Pasal 17 ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945 saja, Presiden dan Wakil Presiden sudah tidak dapat lagi menyatakan, “Presiden dibantu oleh menteri-menteri terlalu diharapkan efektif. negara”, “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhen- tikan oleh Presiden”, “Setiap menteri membidangi urus- Oleh karena itu, jabatan menteri untuk masing- an tertentu dalam pemerintahan”. Akan tetapi, Pasal 17 masing bidang pemerintahan tersebut memang seharus- ayat 4 menentukan pula bahwa “Pembentukan, pengu- nya dipercayakan penuh kepada para menteri yang kom- bahan, dan pembubaran kementerian negara diatur peten di bidangnya masing-masing. Itulah sebabnya dalam undang-undang”. Maksudnya ialah, meskipun dalam Penjelasan UUD 194555 yang diberlakukan sebagai mengenai orangnya merupakan kewenangan mutlak Pre- bagian yang tidak terpisahkan dari UUD 1945 berdasar- siden, tetapi mengenai struktur organisasinya harus di- kan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dinyatakan bahwa atur dalam undang-undang. menteri itu bukanlah pejabat tinggi negara yang biasa. Menteri itu adalah pemimpin pemerintahan yang se- Dengan demikian, organisasi kementerian negara sungguhnya dalam bidangnya masing-masing. Oleh itu tidak dapat seenaknya diadakan, diubah, atau dibu- karena jabatan Presiden dan Wakil Presiden sendiri se- barkan hanya oleh pertimbangan keinginan atau kehen- bagian fungsinya bersifat simbolik, maka fungsi kepe- dak pribadi seorang Presiden belaka. Semua hal yang mimpinan dalam arti teknis memang seharusnya berada berkenaan dengan organisasi kementerian negara itu ha- di pundak para menteri. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa ruslah diatur dalam undang-undang. Artinya, peru- para menterilah yang sesungguhnya merupakan pemim- bahan, pembentukan, atau pembubaran organisasi ke- pin pemerintahan yang riel dan operasional dalam pe- menterian negara harus diatur bersama oleh Presiden ngertian sehari-hari. Bahkan, dapat diidealkan bahwa bersama-sama para wakil rakyat yang duduk di lembaga perbedaan kualitas antara sifat-sifat kepemimpinan Pre- Dewan Perwakilan Rakyat. Itulah esensi dari ketentuan siden dan para Menteri dalam proses pemerintahan bahwa hal tersebut harus diatur dalam undang-undang. adalah bahwa Presiden dan Wakil Presiden adalah pe- mimpin pemerintahan dalam arti politik. Sedangkan, Selain itu, dalam cabang kekuasaan eksekutif ini, para menteri merupakan pemimpin pemerintahan dalam terdapat pula cakupan bidang kekuasaan yang sangat arti teknis. luas, termasuk kekuasaan pemerintahan daerah local government. Fungsi pemerintahan daerah itu terdapat 55 Lihat pendapat Satyavati S. Jhaveri, “Pada saat ditetapkannya, UUD 1945 di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten kota. Di belum ada Penjelasannya. Adapun Penjelasan yang disiarkan dalam Berita samping itu, ada pula aspek-aspek pemerintahan desa RI Tahun II No. 7, bukanlah karya Panitia Hukum Dasar, melainkan dibuat yang juga perlu dibahas tersendiri. Oleh karena luasnya oleh alm. Prof. Dr. Soepomo pribadi dan isinya sesuai dengan penjelasan cakupan materi yang terkandung di dalam persoalan ke- beliau pada Rapat Besar Badan Penyelidik tanggal 5 Juli 1945”. Satyavati S. kuasaan pemerintahan eksekutif itu, maka dalam buku Jhaveri The Presidency in Indonesia, Dilemmas of Democraty, Disertasi, ini hal tersebut sengaja belum dibahas. Sebab, persoalan Bombay Populer Prakashan Private Limited, 1975, hal. 2. hukum yang menyangkut bidang pemerintahan eksekutif itu sudah berkaitan dengan materi pokok dalam studi - 63 - 64Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II hukum tata negara dan hukum administrasi negara, sehingga oleh sebab itu harus dibahas secara khusus kalah perang dan semua negara bekas jajahan di seluruh dalam buku Hukum Tata Negara yang bukan bersifat dunia, terutama di benua Asia dan Namun, ge- pengantar seperti buku ini. lombang kedua ini mulai terhambat sejak tahun 1958 dengan munculnya fenomena rezim bureaucratic E. PERKEMBANGAN ORGANISASI NEGARA authoritarianism di seluruh dunia. Backlash kedua ini timbul karena dinamika internal yang terjadi di masing- 1. Liberalisasi Negara Kesejahteraan dan masing negara yang baru merdeka yang memerlukan Perubahan Kelembagaan Negara konsolidasi kekuasaan yang tersentralisasi dan terkon- sentrasi di pusat-pusat kekuasaan negara. Sejak dasawarsa 70-an abad ke-XX, muncul gelom- bang liberalisasi politik, ekonomi, dan kebudayaan di Gejala otoritarianisme berlangsung beberapa deka- seluruh dunia. Di bidang politik, muncul gerakan demo- de, sebelum akhirnya ditembus oleh gelombang demo- kratisasi dan hak asasi manusia. Dalam tulisannya, “Will krasi ketiga, sejak tahun 1974, yaitu dengan munculnya More Countries Become Democratic?” 1984,56 Samuel gelombang gerakan pro-demokrasi di Eropa Selatan se- Huntington menggambarkan adanya tiga gelombang perti di Yunani, Spanyol, dan Portugal, dilanjutkan oleh besar demokrasi sejak revolusi Amerika Serikat 1776. Ge- negara-negara Amerika Latin seperti di Brazil dan Argen- lombang pertama berlangsung sampai dengan tahun tina. Gelombang ketiga ini berlangsung pula di Asia, se- 1922 yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa besar di perti di Filipina, Korea Selatan, Thailand, Burma, dan Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia. Indonesia. Terakhir, puncak gelombang demokrasi me- Setelah itu, gerakan demokratisasi mengalami backlash landa pula negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet dengan munculnya fasisme, totalitarianisme, dan stalin- yang kemudian berubah dari rezim komunis menjadi isme, terutama di Jerman Hitler, Italia Musolini, demokrasi. Rusia Stalin, dan Jepang. Sementara itu, gelombang perubahan di bidang Gelombang Kedua terjadi sejak berakhirnya Perang ekonomi juga berlangsung sangat cepat sejak tahun Dunia Kedua, fasisme dan totalitarianisme berhasil 1970-an. Penggambaran mengenai terjadinya Mega dihancurkan, pada saat yang sama muncul pula dekolo- Trends seperti yang ditulis oleh John Naisbitt dan nisasi besar-besaran, menumbangkan imperialisme dan Patricia Aburdene memperlihatkan dengan jelas bagai- kolonialisme. Oleh karena itu, dikatakan bahwa Perang mana negara-negara intervensionis di seluruh dunia Dunia II berakhir bukan hanya dengan kemenangan ne- dipaksa oleh keadaan untuk mengurangi campur tangan- gara pemenangnya sendiri, melainkan dimenangkan oleh nya dalam urusan-urusan bisnis. Sejak tahun 1970, ide demokrasi, baik di negara-negara pemenang Perang terjadi gelombang privatisasi, deregulasi, dan debirokra- Dunia Kedua itu sendiri maupun di negara-negara yang tisasi besar-besaran di Inggris, Perancis, Jerman, Je- pang, dan Amerika Serikat. Bahkan hampir semua nega- 56 Samuel P. Huntington, “Political Science Quarterly”, 1984, dalam David J. Goldsworthy ed., Development and Social Change in Asia Introductory 57 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Essays, Radio Australia-Monach Development Studies Centre, 1991. Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994, hal. 231-232. - 65 - 66Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II ra di dunia dipaksa oleh keadaan untuk mengadakan privatisasi terhadap berbagai badan usaha yang sebelum- untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan nya dimiliki dan dikelola oleh negara. umum yang lebih memenuhi harapan Di bidang kebudayaan, juga serupa dengan gelom- Jika dibandingkan dengan kecenderungan selama bang perubahan di bidang politik dan ekonomi. Dengan abad ke-20, dan terutama sesudah Perang Dunia Ke- meningkatnya perkembangan teknologi transportasi, ko- dua,59 ketika gagasan welfare state atau negara kesejah- munikasi, telekomunikasi, dan informasi, dunia semakin teraan60 sedang tumbuh sangat populer di dunia, hal ini berubah menjadi satu, dan semua aspek kehidupan me- jelas bertolak belakang. Sebagai akibat kelemahan- ngalami proses globalisasi. Cara berpikir umat manusia kelemahan paham liberalisme dan kapitalisme klasik, pa- dipaksa oleh keadaan mengarah kepada sistem nilai yang da abad ke-19 muncul paham sosialisme yang sangat serupa. Bahkan, dalam persoalan selera musik, selera populer dan melahirkan doktrin welfare state sebagai re- makanan, dan selera berpakaian pun terjadi proses pe- aksi terhadap doktrin nachwachtaersstaat yang menda- nyeragaman dan hubungan saling pengaruh mempenga- lilkan doktrin the best government is the least govern- ruhi antarnegara. Sementara itu, sebagai respons terha- dap gejala penyeragaman itu, timbul pula fenomena 58 Di kalangan para ahli, kritik dan gugatan terhadap konsep negara kese jah- perlawanan budaya dari berbagai tradisi lokal di setiap teraan welfate state ini berkembang sangat luas. Usulan yang paling mo- negara, sehingga muncul gelombang yang saling bersi- derat mengenai hal ini, menawarkan konsep mengenai corporatist state tegang satu sama lain, antara globalisasi versus loka- imtegrated welfare state yang mengintegrasikan semua kepentingan inte- lisasi, sehingga secara berseloroh melahirkan istilah baru rest organs sebagai perkembangan lanjutan dari ide welfare state yang yang dikenal dengan glokalisasi. konvensional. Semua kritik para hali ditambah kenyataan bahwa di masa depan akan terus berkembang luas, maka gugatan terhadap ide welfare state Perubahan-perubahan itu menuntut respons yang sudah pasti akan makin meningkat dan bahkan boleh jadi welfare state akan lebih adaptif dari organisasi negara dan pemerintahan. dianggap tidak relevan lagi. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk men da- Semakin demokratis dan berorientasi pasar dari suatu lami perkembangan-perkembangan ini dalam konteks ide negara kesejah - negara, maka semakin organisasi negara itu harus me- teraan dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Lihat Jimly Asshiddiqie, ngurangi perannya dan membatasi diri untuk tidak men- Undang-Undang Dasar 1945 Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Reali- campuri dinamika urusan masyarakat serta pasar yang tas Masa Depan, pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum mempunyai mekanisme kerjanya sendiri. Universitas Indonesia, Jakarta, 1998. 59 Ian Gough, The Political Economy of the Welfare State, London and Dengan perkataan lain, konsepsi negara kesejah- Basingstoke The Macmillan Press, 1979, hal. 1. “The twentieth century, teraan welfare state yang sebelumnya mengidealkan and in particular the period since the Second World War, can fairly be perluasan tanggung jawab negara ke dalam urusan- described as the era of the welfare state”. urusan masyarakat dan pasar, pada masa kini dituntut 60 Bung Hatta pada sidang-sidang BPUPKI dalam rangka penyusunan UUD untuk melakukan liberalisasi dengan mengurangi peran 1945 menyebut konsepsi negara kesejahteraan ini dengan istilah “negara pengurus”. Lihat penjelasan umum tentang UUD 1945 dalam naskah UUD - 67 - 1945 sebelum perubahan, Berita Repoeblik Tahun II No. 7, Percetakan Repoeblik Indonesia, 15 Febroeari 1946. Lihat juga Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1995. Bandingkan dengan RM. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004. 68Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II ment. Dalam paham negara kesejahteraan, adalah tang- gung jawab sosial negara untuk mengurusi nasib orang Dengan adanya tuntutan perkembangan itu, negara miskin dan yang tak berpunya. Oleh karena itu, negara modern dewasa ini seakan dituntut untuk berpaling kem- dituntut berperan lebih, sehingga format kelembagaan bali ke doktrin lama seperti dalam paham nachwachters- organisasi birokrasinya juga menjangkau kebutuhan staat abad ke-18 dengan mengidealkan prinsip the best yang lebih luas. Begitu luasnya bidang-bidang yang mesti government is the least Tentu saja, nega- ditangani oleh pemerintahan welfare state, maka dalam ra modern sekarang tidak mungkin kembali ke masa lalu perkembangannya kemudian muncul sebutan interven- begitu saja. Dunia terus berkembang. Jarum jam tidak sionist mungkin kembali ke masa lalu. Namun demikian, meski- pun negara modern sekarang tidak mungkin lagi kembali Dalam bentuknya yang paling ekstrim muncul pula ke doktrin abad ke-18, keadaan objektif yang harus diha- rezim negara-negara komunis pada kutub yang sangat dapi dewasa ini memang mengharuskan semua peme- kiri. Semua urusan ditangani sendiri oleh birokrasi nega- rintahan negara-negara di dunia melakukan perubahan ra sehingga ruang kebebasan dalam kehidupan masya- besar-besaran terhadap format kelembagaan yang di- rakat civil society menjadi sangat sempit. Akibatnya, warisi dari masa lalu. Perubahan dimaksud harus dila- birokrasi negara kesejahteraan di hampir seluruh dunia kukan untuk merespons kebutuhan nyata secara tepat. mengalami Di satu sisi, bentuknya terus Semua negara modern sekarang ini tidak dapat lagi berkembang menjadi sangat besar, dan cara kerjanya mempertahankan format lama kelembagaan negara dan pun menjadi sangat lamban dan sangat tidak efisien. Di birokrasi pemerintahannya yang makin dirasakan tidak pihak lain, kebebasan warga negara menjadi terkung- efisien dalam memenuhi tuntutan aspirasi rakyat yang kung, dan ketakutan terus menghantui warga negara. terus meningkat. Sementara itu, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika kehidupan nasional, regi- Semua negara dituntut untuk mengadakan pemba- onal, dan internasional yang cenderung berubah, aneka ruan di sektor birokrasi dan administrasi publik. Sebagai aspirasi ke arah perubahan meluas pula di setiap negara gambaran, setelah masing-masing melakukan pemba- di dunia, baik di bidang ekonomi maupun politik. Tuntu- ruan tersebut secara besar-besaran sejak dasawarsa tan aspirasi itu pada pokoknya mengarah kepada aspirasi 1970-an dan 1980-an, hampir semua negara anggota demokratisasi dan pengurangan peranan negara di se- Organization for Economic Cooperation and Develop- mua bidang kehidupan, seperti yang tercermin dalam ment OECD mengembangkan kebijakan yang gelombang ketiga demokratisasi yang digambarkan oleh Samuel P. Huntington tersebut di 64 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 58. 61 Jimly Asshiddiqie, 65 Semula Organization for Economic Cooperation and Development ini 62 Donald C. Hodges, The Bureaucratization of Socialism, Massachussetts berasal dari “The Organization for European Economic Cooperation” yang The University of Massachussetts Press, 1981, hal. 177. dibentuk setelah Perang Dunia Kedua dengan maksud utamanya “to 63 Samuel P. Huntington, Political Science Quarterly, 1984. Lihat juga dalam administer the Marshall Plan for the Reconstruction of Europe”. Setelah David J. Goldsworthy ed., Development and Social Change in Asia Intro- penandatanganan konvensi di antara 20 negara anggotanya pada tanggal 14 ductory Essays, op. cit., 1991. Desember 1960, OEEC tersebut berubah menjadi OECD. Lihat - 69 - 70Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Alice Rivlin, 66 dalam laporannya pada tahun 1996 ketika menjabat Director of the Office of Management and 6 benchmarking and measuring performance; and Budget menyatakan bahwa sebagian besar dari 24 negara 7 reforms designed to simplify regulation and reduce anggota OECD sama-sama menghadapi tekanan funda- mental untuk melakukan perubahan, 67 yaitu karena fak- its costs. tor ekonomi global, ketidakpuasan warga negara, dan krisis fiskal. Dalam laporan itu, Alice Rivlin menyatakan Menurut Laporan OECD yang dikemukakan oleh bahwa respons yang diberikan oleh hampir semua nega- Alice Rivlin tersebut, untuk menghadapi tantangan eko- ra relatif sama, yaitu dengan melakukan 7 agenda seba- nomi global dan ketidakpuasan warga negara yang tuntu- gai berikut tan kepentingannya terus meningkat, semua negara 1 decentralisation of authority within governmental OECD dipaksa oleh keadaan untuk melakukan serang- kaian agenda pembaruan yang bersifat sangat mendasar. units and devolution of responsibilities to lower le- Pertama, unit-unit pemerintahan harus mendesentra- vels of government; lisasikan kewenangan dan devolusi pertanggungjawaban 2 a re-examination of what government should both ke lapisan pemerintahan yang lebih rendah. Kedua, se- do and pay for, what it should pay for but not do, mua pemerintahan perlu mengadakan penilaian kembali and what it should neither do nor pay for; mengenai i apa yang pemerintah harus biayai dan ha- 3 downsizing the public service and the privatisation rus lakukan, ii apa yang harus dibiayai tetapi tidak per- and corporatisation of activities; lu dilakukan sendiri, dan iii apa yang tidak perlu dibia- 4 consideration of more cost-effective ways of deli- yai sendiri dan sekaligus tidak perlu dilakukan sendiri. vering services, such as contracting out, market me- chanisms, and users charges; Ketiga, semua pemerintah negara modern dituntut 5 customer orientation, including explicit quality stan- untuk memperkecil unit-unit organisasi pelayanan pu- dards for public services; blic services, dan memprivatisasikan serta mengkorpo- ratisasikan kegiatan-kegiatan yang sebelumnya secara 66 David Osborne and Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy The Five Stra- langsung ditangani sendiri oleh pemerintah. Keempat, tegies for Reinventing Government, A Plume Book, 1997, hal. 8. semua pemerintahan dianjurkan untuk mengembangkan 67 Sekarang, jumlah negara anggota OECD ini sudah bertambah menjadi 30 kebijakan pelayanan yang lebih cost-effective, seperti negara, yaitu i Austria 1961, ii Belgium 1961, iii Greece 1961, iv kontrak out-sourcing, mekanisme percaya, dan biaya Denmark 1961, v Canada 1961, vi Finland 1961, vii France 1961, konsumen users charges. Kelima, semua pemerintahan viii Germany 1961, ix Normway 1961, x Netherlands 1961, xi berorientasi kepada konsumen, termasuk dalam me- Hungary 1996, xii Ireland 1961, xiii Iceland 1961, xiv Luxem- ngembangkan pelayanan umum dengan kualitas yang bourg 1961, xv Sweden 1961, xvi Switzerland 1961, xvii United pasti. Keenam, melakukan benchmarking dan penilaian Kingdom 1961, xviii United States of America 1961, xix Italy 1962, kinerja yang terukur, dan Ketujuh, mengadakan refor- xx Japan 1962, xxi Australia 1971, xxii Mexico 1994, xxiii masi atau pembaruan yang didesain untuk menye- Czech Republic 1995, xxiv South Korea 1996, xxv New Zealand derhanakan regulasi dan mengurangi biaya-biaya yang 1973, xxvi Poland 1996, xxvii Portugal 1961, xxviii Slovak Repu- tidak blic 2000, xxix Norway, dan xxx Turkey. Lihat dan / en/agro_pol/ 68 David Osborne and Peter Plastrik, op. cit. - 71 - 72Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Semua kebijakan tersebut penting dilakukan untuk maksud mengadakan apa yang oleh David Osborne dan “Prior to the reorganisation in 1972-4, local authorities Ted Gaebler disebut reinventing Buku worked through a variety of joint committees and tersebut sangat terkenal di Indonesia. Sejak pertama boards to achieve economies of scale in service diterbitkan, langsung mendapat perhatian masyarakat provision for example in bus operation; to undertake luas, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 1990- the joint management of a shared facility for example, an, buku ini dijadikan standar dalam rangka pendidikan a crematorium; or to plan transport and land-use dan pelatihan pejabat tinggi pemerintahan untuk men- policies across a number of authorities Flynn and duduki jabatan eselon 3, eselon 2, dan bahkan eselon 1 Leach, 1984.”72 yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara LAN. Ide pokoknya adalah untuk menyadarkan pe- “Central government too created a number of powerful nentu kebijakan mengenai bobroknya birokrasi negara single-purpose agencies including Regional Hospital yang diwarisi dari masa lalu, dan memperkenalkan ke Boards and later in 1974, Area and Regional Health dalam dunia birokrasi itu sistem nilai dan kultur kerja Authorities”.73 yang lebih efisien, seperti yang lazim dipraktikkan di dunia usaha dan di kalangan para enterpreneurs. Di Inggris, gejala perkembangan organisasi non- elected agencies ini telah muncul sejak sebelum diper- Mengiringi, melanjutkan, dan bahkan mendahului kenalkannya kebijakan reorganisasi antara tahun 1972- buku David Osborne dan Ted Gaebler ini, banyak lagi 1974. Pemerintahan lokal di Inggris sudah biasa bekerja buku-buku lain yang mengkritik kinerja birokrasi negara dengan menggunakan banyak ragam dan bentuk organi- modern yang dianggap tidak Misalnya, seorang sasi yang disebut joint committees, boards, dan seba- psikolog sosial, Warren G. Bennis, menggambarkan gainya, untuk tujuan mencapai prinsip economies of dalam tulisannya “The Coming Death of Bureaucracy” scale dalam rangka peningkatan pelayanan umum. 1966 bahwa bureaucracy has become Misalnya, dalam pengoperasian transportasi bus umum, mengatasi gejala the death of bureaucracy tersebut, baik dibentuk kelembagaan tersendiri yang disebut board di tingkat pusat maupun di daerah di berbagai negara, atau authority. Sebagian besar badan-badan baru itu dibentuk banyak lembaga baru yang diharapkan dapat bersifat ad hoc yang menurut John Alder biasa dipakai bekerja lebih efisien. Dalam studi yang dilakukan Gerry sebagai Stoker terhadap pemerintah lokal Inggris, misalnya, dite- mukan kenyataan bahwa “a method of dispersing power or as a method of concentrating power in the hands of central govern- 69 David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government Addison ment nominees without the safeduard of parliamentary Wesley Longman William Bridges and Associaties, 1992. or democratic accountability”.74 70 Lihat, misalnya, David Osborne and Tedd Gaebler, Reinventing Government, Longman, 1992; dan David Osborne and Peter Plastrik, 72 N. Flynn, and S. Leach, Joint Boards and Joint Committees An Banishing Bureaucracy, A Plume Book, 1997. Evaluation, University of Birmingham Institute of Local Government 71 Warren G. Bennis, The Coming Death of Bureaucracy, Think, Nov-Dec. Studies, 1984. 1966, hal. 30-35. 73 Gerry Stoker, The Politics of Local Government, 2nd edition, London The Macmillan Press, 1991, hal. 60-61. - 73 - 74 Alder and English, op. cit., hal. 225. 74Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Sir Ivor Jennings, dalam bukunya “Cabinet Go- vernment”,75 mengemukakan lima alasan utama yang Inggris. Sebabnya ialah karena berbagai kesulitan ekono- melatarbelakangi pembentukan badan-badan yang ber- mi dan ketidakstabilan akibat terjadinya berbagai per- sifat ad hoc itu, yakni ubahan sosial dan ekonomi memaksa banyak negara me- 1 The need to provide cultural or personal services lakukan eksperimentasi kelembagaan institutional expe- rimentation melalui berbagai bentuk organ peme- supposedly free from the risk of political interference rintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien, baik di misalnya, BBC; tingkat nasional atau pusat maupun di tingkat daerah 2 The desirability of non-political regulation of mar- atau lokal. Perubahan-perubahan itu, terutama terjadi kets seperti, Milk Marketing Boards; pada non-elected agencies yang dapat dilakukan secara 3 The regulation of independent professions seperti, lebih fleksibel dibandingkan dengan elected agencies medicine and the law; seperti parlemen. Tujuannya tidak lain adalah untuk 4 The provision of technical services seperti, the menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum pu- Forestry Commission; blic services dapat benar-benar efektif. Untuk itu, biro- 5 The creation of informal judicial machinery for krasi dituntut berubah menjadi slimming down bureau- settling disputes seperti, Tribunals. cracies yang pada intinya diliberalisasikan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan perkembangan di era Dalam perkembangannya sampai sekarang, peme- liberalisme baru. 76 rintah Inggris terus menciptakan beraneka ragam lem- baga baru yang sangat kuat kekuasaannya dalam urusan- 2. Belajar dari Negara Lain urusan yang sangat spesifik. Misalnya, pada mulanya di- bentuk Regional Hospital Board dan kemudian pada Untuk maksud mulia seperti yang diuraikan di atas, tahun 1974 menjadi Area and Regional Health Authori- di berbagai negara dibentuklah berbagai organisasi atau ties. New Town Development Corporation juga dibentuk lembaga yang disebut dengan rupa-rupa istilah seperti untuk maksud menyukseskan program yang diharapkan dewan, komisi, badan, otorita, lembaga, agencies, dan akan menghubungkan kota-kota satelit di sekitar kota- sebagainya. Namun, dalam pengalaman di banyak nega- kota metropolitan seperti London dan lain-lain. Demi- ra, tujuan yang mulia untuk efisiensi dan efektifitas pela- kian pula untuk program pembangunan perdesaan, yanan umum public services tidak selalu belangsung dibentuk pula badan-badan otoritas yang khusus me- mulus sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, nangani Rural Development Agencies di daerah-daerah kita perlu belajar dari kekurangan dan kelemahan yang Mid-Wales dan the Scottish Highlands. dialami oleh berbagai negara, sehingga kecenderungan “ikut-ikutan” di negara-negara sedang berkembang un- Perkembangan yang terjadi di negara-negara lain tuk meniru negara maju dalam melakukan pembaharuan kurang lebih juga sama dengan apa yang terjadi di di berbagai sektor publik dapat meminimalisasi potensi 75 Lihat juga dalam Hanson and M. Walles, Governing Britain, 4th 76 Stephen P. Robbins, op. cit., hal. 322. Biasanya agencies yang dimak- edition, Fontana, 1985, chapter 8. sudkan di sini disebut dengan istilah dewan council, komisi commission, komite committee, badan board, atau otorita authority. - 75 - 76Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II kegagalan yang tidak perlu. Bentuk-bentuk organisasi, dewan, badan, atau komisi-komisi yang dibentuk itu, me- organisasi pemerintahan yang konvensional untuk nurut Gerry Stoker dapat dibagi ke dalam 6 tipe organi- mengatasinya. sasi, yaitu 1 Tipe pertama adalah organ yang bersifat central go- Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara di dunia dewasa ini, tumbuh cukup banyak variasi vernment’s arm’s length agency; bentuk-bentuk organ atau kelembagaan negara atau 2 Tipe kedua, organ yang merupakan local authority pemerintahan yang deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, dalam bukunya, menyebut hal ini sebagai implementation agency; intermediate 3 Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai pub- Menurut R. Rhodes, lembaga-lembaga seperti ini lic/private partnership organisation; mempunyai tiga peran utama. Pertama, lembaga- 4 Tipe keempat, organ sebagai user-organisation; lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan peme- 5 Tipe kelima, organ yang merupakan inter-govern- rintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiat- an berbagai lembaga lain coordinate the activities of the mental forum; various other agencies. Misalnya, Regional Department 6 Tipe Keenam, organ yang merupakan joint boards. of the Environment Offices melaksanakan program Hou- sing Investment dan mengkoordinasikan berbagai usaha Lebih lanjut dikemukakan oleh Gerry Stoker dalam real-estate di wilayahnya. Kedua, melakukan peman- bukunya “The Politics of Local Government” bahwa tauan monitoring dan memfasilitasi pelaksanaan ber- bagai kebijakan atau policies pemerintah pusat. Ketiga, “both central and local government have encouraged mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan experimentation with non-elected forms of government as a way encouraging the greater involvement of major private corporate sector companies, banks and building Dari contoh-contoh di atas, dapat dikemukakan societies in dealing with problems of urban and econo- bahwa ragam bentuk organ pemerintahan mencakup mic decline”.77 struktur yang sangat bervariasi, meliputi pemerintah pu- sat, kementerian-kementerian yang bersifat teritorial Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah territorial ministeries, ataupun intermediate institu- lokal sama-sama terlibat dalam upaya eksperimentasi tions. Organ-organ tersebut pada umumnya berfungsi kelembagaan yang mendasar dengan aneka bentuk orga- sebagai a quasi-governmental world of appointed bo- nisasi baru yang diharapkan lebih mendorong keter- dies, dan bersifat non-departmental agencies, single libatan sektor swasta dalam mengambil tanggung jawab purpose authorities, dan mixed public-private institu- yang lebih besar dalam mengatasi persoalan ekonomi tions. yang terus menurun. Masalah sosial, ekonomi, dan buda- ya yang dihadapi juga semakin kompleks, sehingga kita 78 R. Rhodes, Beyond Westminster and Whitehall The Sub-Central tidak dapat lagi hanya mengandalkan bentuk-bentuk Government of Britain, London Allen & Unwin, 1988. 79 Gerry Stoker, op. cit., hal. 144. 77 Gerry Stoker, op. cit., hal. 63. 78 - 77 -Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Di negara-negara demokrasi yang telah mapan, se- perti di Amerika Serikat dan Perancis, pada tiga dasa- dan ada pula yang semi atau quasi independen, sehingga warsa terakhir abad ke-20, juga banyak bertumbuhan biasa juga disebut independent and quasi independent lembaga-lembaga negara baru. Lembaga-lembaga baru agencies, corporations, committees, and tersebut biasa disebut sebagai state auxiliary organs, atau auxiliary institutions sebagai lembaga negara yang Sebagian di antara para ahli tetap mengelompok- bersifat penunjang. Di antara lembaga-lembaga itu ka- kan independent agencies semacam ini dalam domain dang-kadang ada juga yang disebut sebagai self regu- atau ranah kekuasaan eksekutif. Akan tetapi, ada pula latory agencies, independent supervisory bodies, atau sarjana yang mengelompokkannya secara tersendiri se- lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran bagai the fourth branch of the government. Seperti dika- mix-function antara fungsi-fungsi regulatif, adminis- takan oleh Yves Meny dan Andrew Knapp tratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisah- kan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lem- “Regulatory and monitoring bodies are a new type of baga-lembaga baru tersebut. autonomous administration which has been most widely developed in the United States where it is Dewasa ini, di Amerika Serikat, lembaga-lembaga sometimes referred to as the headless fourth branch’ of independen yang serupa itu di tingkat federal dengan the government. It takes the form of what are gene- fungsi yang bersifat regulatif dan pengawasan atau pe- rally known as Independent Regulatory Commissi- mantauan monitoring lebih dari 30-an banyaknya. ons”.82 Misalnya, di Amerika Serikat, dikenal adanya Federal Trade Commission FTC, Federal Communication Di Perancis, lembaga-lembaga seperti ini juga Commission FCC, dan banyak lagi, seperti yang telah tercatat cukup banyak. Misalnya, Commission des Ope- saya uraikan dalam buku saya yang berjudul “Pergu- rations de Bourse, Commission Informatique et mulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah” Libertes, Commission de la Communication des Docu- 1997.80 ments Administratifs, dan Haute Autorite de l’Audiovisuel yang kemudian menjadi Commission Na- Semua lembaga-lembaga atau organ tersebut bukan tionale de la Communication des Libertes dan kemudian dan tidak dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta pada tahun 1989 diubah lagi menjadi Conseil Superieur atau lembaga non-pemerintahan Ornop atau NGO’s de l’Audiovisuel. non-govermental organisations. Namun, keberada- annya tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan legis- Di Inggris, seperti sudah disinggung di atas, ber- latif legislature, eksekutif, ataupun cabang kekuasaan bagai komisi yang bersifat independen dengan kewe- kehakiman judiciary. Ada yang bersifat independen nangan regulasi regulatory power ataupun kewenang- an konsultatif consultative power itu juga memainkan 80 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah.., Op Cit.. Dalam buku peran yang sangat menentukan. Misalnya, the Mono- ini saya hanya menyebutkan lebih dari 30-an independent agencies di Amerika Serikat. Tetapi, sebenarnya, seperti akan diuraikan lebih lanjut 81 dalam buku ini jumlahnya lebih banyak lagi. htm. 82 Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western - 79 - Europe Britain, France, Italy, Germany, 3rd edition, London Ofxord University Press, 1998, hal. 281. 80Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II polies and Mergers Commission, the Commission for Racial Equality, the Civil Aviation Authority, dan lain- cepat tanpa didasarkan atas desain yang matang dan lain sebagainya. Di Italia, lembaga independen dengan komprehensif. kewenangan regulasi dan monitoring ini juga berkem- bang cukup menentukan. Misalnya, CONSOB yang ber- Timbulnya ide demi ide bersifat sangat reaktif, tanggung jawab dalam rangka pemantauan terhadap sektoral, dan bersifat dadakan, tetapi dibungkus oleh kinerja Stock Exchange, dan Instituto per la Vigilanza idealisme dan heroisme yang tinggi. Ide pembaruan yang sulle Assicurazioni Private. Di Jerman, juga ada banyak menyertai pembentukan lembaga-lembaga baru itu pada lembaga sejenis, seperti misalnya Bundeskartellamt yang umumnya didasarkan atas dorongan untuk mewujudkan bergerak di bidang commercial idenya sesegera mungkin karena adanya momentum po- litik yang lebih memberi kesempatan untuk dilakukan- Karena demikian banyaknya jumlah dan ragam nya demokratisasi di segala bidang. Oleh karena itu, corak lembaga-lembaga ini, maka oleh para sarjana biasa trend pembentukan lembaga-lembaga baru itu tumbuh dibedakan antara sebutan agencies, institutions atau bagaikan cendawan di musim hujan, sehingga jumlahnya establishment, dan quangos quasi autonomous NGO’s. banyak sekali, tanpa disertai oleh penciutan peran biro- Dari segi tipe dan fungsi administrasinya, oleh Yves krasi yang besar. Meny dan Andrew Knapp, secara sederhana juga dibe- dakan adanya “three main types of specialized admi- Upaya untuk melakukan slimming down bureauc- nistration”, yaitu i regulatory and monitoring bodies, racies seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. ii those responsible for the management of public Robbins, belum lagi berhasil dilakukan, lembaga- services; dan iii those engaged in productive acti- lembaga baru yang demikian justu sudah banyak diben- tuk Akibatnya, bukan efisiensi yang dihasilkan, melainkan justru menambah inefisiensi ka- Dari pengalaman di berbagai negara, dapat diketa- rena meningkatkan beban anggaran negara dan menam- hui bahwa semua bentuk organisasi, badan, dewan, bah jumlah personil pemerintah menjadi semakin ba- komisi, otorita, dan agencies yang dikemukakan di atas nyak. Kadang-kadang ada pula lembaga yang dibentuk tumbuh dengan sangat cepat. Ketika ide pembaruan dengan maksud hanya bersifat Ad. Hoc untuk masa wak- kelembagaan diterima sebagai pendapat umum, maka di tu tertentu. Akan tetapi, saking banyak jumlahnya, sam- semua lini dan semua bidang, orang berusaha untuk pai waktunya habis, lembaganya tidak atau belum juga menerapkan ide pembentukan lembaga dan organisasi- dibubarkan, sementara para pengurusnya terus menerus organisasi baru itu dengan idealisme, yaitu untuk mo- digaji dari anggaran pendapatan dan belanja negara dernisasi dan pembaruan menuju efisiensi dan efektifitas ataupun anggaran pendapatan dan belanja daerah. pelayanan. Akan tetapi, yang menjadi masalah ialah, proses pembentukan lembaga-lembaga baru itu tumbuh Dengan perkataan lain, pengalaman praktik di banyak negara menunjukkan bahwa tanpa adanya desain 83 Ibid., hal. 280-282. yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan 84 Ibid., hal. 280. akan pembentukan lembaga-lembaga negara tersebut, yang akan dihasilkan bukanlah efisiensi, tetapi malah se- - 81 - 85 Stephen P. Robbins, op. cit., hal. 322. 82
PengantarIlmu Hukum Tata Negara Jilid II. by Mitra Hukum. Sabtu Desember 21st, 2019. in Bahan Ajar. 0. Buku ini ditulis oleh Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, dan diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
DownloadPengantar Tata Hukum Di Indonesia Hukum Perdata eBook for free in PDF or ePUB format Mobi without registration Instant access Library Buku ini merupakan sebuah buku Pengantar Hukum Indonesia yang memperkenalkan secara umum dasar2 hukum yang berlaku sekarang ini di Indonesia kepada siapa saja yang ingin mengetahui dan mempelajari.